Sabtu, 14 Februari 2009

INKLUSI ISLAM DALAM NATURE DAN NURTURE “GENDER”

By : Meidawati Suswandari

Selama ini ada diantaranya beberapa ajaran Islam yang terkait dengan persoalan sosial yang sering dipahami dalam hal unsur ketidakadilan gender. Dengan memahami secara kontekstual dan tekstual, disana kita akan mendapatkan pesan yang terkandung didalamnya dan membangun ajaran sehingga prinsip kesetaraan gender dan keadilan gender diimplementasikan dari waktu ke waktu. Adapun implementasi tersebut di kalangan umat Islam telah tercermin dalam masyarakat Madinah di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Oleh karena itu pada saat ini dalam keadilan gender muncul akibat dari penafsiran dan pemahaman agama yang bertumpu pada teks dan kerangka budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada subordinat. Pandangan subordinat ini bahwasanya pembagian peran domestik bagi perempuan dan peran publik bagi laki-laki. Pembagian tersebut dikaitkan dengan faktor biologis perempuan. Sebagai orang yang mengandung dan melahirkan, perempuan dipola untuk bertugas di rumah, yang berkaitan dengan pemeliharaan anak dan wilayah kerja seputar sumur, dapur dan kasur. Sebagai akibatnya perempuan tidak memperoleh tempat publik yang sebanding dengan yang diperoleh kaum Adam tersebut.
Kondisi adil bagi laki-laki dan perempuan untuk mengaktualisasikan diri bagi kehidupannya baik dalam bermasyarakat, agama, bangsa dan negara. Keadilan gender ini berlaku atau berkaitan dengan adanya kesetaraan gender, yaitu kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang sosial, politik ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Berbicara mengenai gagasan kesetaraan gender lahir dari persepsi-persepsi yang tidak melibatkan campur tangan Allah di dalamnya sebagai pencipta manusia yang maha adil. Berbagai persoalan yang melanda negara-negara dunia ketiga yang sebagian besar adalah negeri Islam seperti pendidikan rendah, kemiskinan, tindak kekerasan bukan hanya kaum perempuan menjadi korbannya tetapi juga kaum laki-laki.
Setiap agama mengemban misi pembebasan dan tidak lagi dogmatis. Semangat pembebas tersebut salah satunya tercermin dalam teks kitab suci dan teraktualisasi dalam kehidupan nyata oleh para pemeluknya. Namun demikian, sering kali terjadi kesenjangan yang luar biasa antara teks dalam kitab suci dengan teks penafsiran atas kitab suci. Disisi lain tidak bisa terlepas dari peran media massa secara terus-menerus membangun wacana mengenai penguatan hak-hak perempuan dengan melakukan gecar terhadap isu kekerasan berbasis gender.
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
PARADIGMA GENDER
Praktek Gender pada mulanya sudah ada pada zaman Nabi. Kehidupan perempuan di masa Nabi perlahan-lahan sudah mengarah kepada keadilan gender. Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris. Wilayah Islam bertambah luas ke bekas wilayah jajahan Persia di Timur, bekas jajahan Romawi dengan pengaruh kebudayaan Yunaninya di Barat, dan ke Afrika, seperti Mesir dengan sisa-sisa kebudayaan Mesir Kunonya di bagian Selatan. Pusat-pusat kebudayaan tua tersebut memperlakukan kaum perempuan sebagai the second sex. Para ulama yang berasal dari wilayah tersebut sulit melepaskan diri dari kebudayaan lokalnya di dalam menafsirkan sumber-sumber ajaran Islam. Akibatnya, fiqih yang berkembang di dalam sejarah Islam adalah fiqih patriarki. Dapat dimaklumi, komunitas Islam yang semakin jauh dari pusat kotanya (heartland), akan semakin kuat mengalami proses enkulturasi.
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”.Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam kata lain, gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Gender di pahami sebagai perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang sebenarnya hasil bentukan masyarakat sebagai ciri biologis atau sebuah kodrat Tuhan. Pembentukan ini terjadi oleh proses enkulturisasi (pembudayaan) dan sosialisasi yang berlangsung dalam suatu setting sosial sejak seseorang dilahirkan hingga dewasa. Dalam hampir setiap masyarakat faktor sex ini membawa konsekuensi dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan dan dalam sistem pembagian kerja artinya setiap masyarakat menetapkan peraturan-peraturan, kode-kode yang merupakan pedoman bagi tingkah laku perempuan dan laki-laki misalnya perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga sedang laki-laki dianggap tidak pantas. Menjadi pemimpin masyarakat sepeti dalam adat, kepala desa dan lebih pantas oleh laki-laki dan sebagainya.

SOSIO-BIOLOGIS (NATURE DAN NURTURE)
Gender menyangkut gagasan, perlakuan, dan bahkan teknologi bias gender dan erat kaitannya terhadap konstruksi budaya. Pembagian laki-laki dan perempuan tel;ah lama dilakukan dan menjadi kajian yang menarik. Banyak teori dikemukakan untuk memberikan alasan mengapa pembagian dilakukan mulai dari teori nature atau kodrat alam, teori kulture atau kebudayaan, teori fungsionalisme structural dan teori psikologi analisa Dalam pendekatan ketidaksetaraan gender ini, saya akan mengkaitkan dengan teori sosio-biologis yang mencoba mengelaborasikan teori nature dan nurture.
Gagasan seputar ketidasetaraan gender dan upaya membebaskan perempuan dari belenggu rumah tangga sesungguhnya berpijak dari pandangan yang keliru tentang manusia. Pria dan wanita berikut potensi-potensinya masing-masing. Sejumlah penolakan yang bersifat fitri dan kodrati pada manusia. Akibatnya, muncul asumsi-asumsi yang salah terhadap penyelesaian persoalan manusia, termasuk perempuan misalnya, memandang sifat feminin sebagai hasil bentukan kultur, demikian pula peran wanita di rumah tangga. Namun, pandangan tersebut sering terbantahkan oleh kenyataan, karena ada perempuan yang secara sukarela, ikhlas dan tanpa merasa terpaksa selalu mendambakan peran sebagai ibu rumah tangga bagi dirinya sendiri.
Pandangan di sekitar teologi gender berkisar pada tiga hal pokok: pertama, asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, kedua, fungsi keberadaan laki-laki dan perempuan, ketiga, persoalan perempuan dan dosa warisan. Ketiga hal ini memang dibahas secara panjang lebar dalam Kitab Suci beberapa agama. Mitos-mitos tentang asal-usul kejadian perempuan yang berkembang dalam sejarah umat manusia sejalan dengan apa yang tertera di dalam Kitab Suci tersebut. Mungkin itulah sebabnya kaum perempuan kebanyakan menerima kenyataan dirinya sebagai given dari Tuhan. Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa happy jika mengabdi sepenuhnya tanpa reserve (mengeluh) kepada suami.
GENDER DAN AGAMA
Gender dan agama, dalam Islam sudah mengatur kedudukan perempuan sebaiknya sebagaimana yang banyak dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak banyak kesempatan yang dilakukan oleh perempuan sebagaimana didapatkan dari laki-laki itu adalah cara Islam menghormati dan memuliakan perempuan. pencitraan laki-laki dalam Islam sebagai sosok pemimpin atau kepala keluarga di kalangan masyarakat Indonesia masih terbius dengan acuan akar budaya paternalis dan maskulinitas yang diisi dengan muatan-muatan hierarkis dalam nuansa hubungan laki-laki dan perempuan sebagai pemimpin dan yang dipimpin, pendominasi dan yang didominasi, pelindung dan yang dilindungi serta serentetan hierarkis lainnya yang menempatkan perempuan dalam posisi ketidaksetaraan. Bahkan pencitraan ini didukung oleh ayat-ayat Al-Qur`an yang diinterpretasikan sedemikian rupa dan diyakini sebagai legitimasi teologis oleh masyarakat muslim Indonesia.
Terdapat suatu kelebihan dan kekurangan yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan baik dari segi fisik maupun social. Kelebihan yang menjadi daya tarik perempuan dengan keberadaan seorang laki-laki adalah yang memang secara biologi (fisik) tercipta dengan tubuh yang lebih kuat dan karisma kepemimpinan yang tegas dari pada wanita. Namun tak menyudutkan juga, ada beberapa laki-laki yang standar kelaki-lakiannya menyerupai wanita (dan saya tidak berbicara dalam wilayah tersebut). Secara global, laki-laki mendapat kepercayaan penuh dengan keberadaannya dalam segi peran dan stuktur masyarakat. Dan hal ini tidak bisa terlepas dengan adanya pandangan nurture. Lingkungan membentuk konstruksi yang menyoalkan kaum Adam lebih unggul dalam banyak hal. Hanya saja dalam urusan dapur dan anak, menjadi pekerjaan dari kaum Hawa. Oleh karena itulah, yang menjadi kelemahan bagi kaum Hawa yang dikonstruksikan kurang kompeten dam urusan kepemimpinan dan dipandang lemah dalam hal fisik.
Dengan sebuah perasaan yang dan kelembutan menjadi ciri khas (identitas) dari wanita untuk memberikan pengasuhan pada generasi muda, terutama dimulai dari anak mereka selagi dalam kandungan, dilahirkan, kemudian dirawat dan dibesarkan. Dalam proses tersebutlah yang menjadikan kelebihan wanita bagaimana perannya yang mencetak pola pikir dan otak sesosok manusia dari keturunannya untuk menjadi manusia yang beradab dan beretika. Hal ini bisa terbukti dengan kegiatan seorang ibu yang lebih dekat dalam hal emosional dan psikologis sang anak. Tidak heran tanggal 22 Desember diabadikan sebagai penghormatan terhadap kaum Hawa terutama bagi ibu mulai dari perjuangan dan pengorbanan memberikan pengajaran dan pendidikan secara mental untuk berbudi yang diidealkan dalam setiap keluarga. Tapi disini, bukan berarti menunjukkan marginalisasikan peran seorang ayah yang berjuang pula dalam hal mencari nafkah.


Created by : meida_suswanadari sos_ant

Tidak ada komentar: