Sabtu, 14 Februari 2009

INKLUSI ISLAM DALAM NATURE DAN NURTURE “GENDER”

By : Meidawati Suswandari

Selama ini ada diantaranya beberapa ajaran Islam yang terkait dengan persoalan sosial yang sering dipahami dalam hal unsur ketidakadilan gender. Dengan memahami secara kontekstual dan tekstual, disana kita akan mendapatkan pesan yang terkandung didalamnya dan membangun ajaran sehingga prinsip kesetaraan gender dan keadilan gender diimplementasikan dari waktu ke waktu. Adapun implementasi tersebut di kalangan umat Islam telah tercermin dalam masyarakat Madinah di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Oleh karena itu pada saat ini dalam keadilan gender muncul akibat dari penafsiran dan pemahaman agama yang bertumpu pada teks dan kerangka budaya patriarki yang menempatkan perempuan pada subordinat. Pandangan subordinat ini bahwasanya pembagian peran domestik bagi perempuan dan peran publik bagi laki-laki. Pembagian tersebut dikaitkan dengan faktor biologis perempuan. Sebagai orang yang mengandung dan melahirkan, perempuan dipola untuk bertugas di rumah, yang berkaitan dengan pemeliharaan anak dan wilayah kerja seputar sumur, dapur dan kasur. Sebagai akibatnya perempuan tidak memperoleh tempat publik yang sebanding dengan yang diperoleh kaum Adam tersebut.
Kondisi adil bagi laki-laki dan perempuan untuk mengaktualisasikan diri bagi kehidupannya baik dalam bermasyarakat, agama, bangsa dan negara. Keadilan gender ini berlaku atau berkaitan dengan adanya kesetaraan gender, yaitu kesamaan peluang dan kesempatan dalam bidang sosial, politik ekonomi antara laki-laki dan perempuan. Berbicara mengenai gagasan kesetaraan gender lahir dari persepsi-persepsi yang tidak melibatkan campur tangan Allah di dalamnya sebagai pencipta manusia yang maha adil. Berbagai persoalan yang melanda negara-negara dunia ketiga yang sebagian besar adalah negeri Islam seperti pendidikan rendah, kemiskinan, tindak kekerasan bukan hanya kaum perempuan menjadi korbannya tetapi juga kaum laki-laki.
Setiap agama mengemban misi pembebasan dan tidak lagi dogmatis. Semangat pembebas tersebut salah satunya tercermin dalam teks kitab suci dan teraktualisasi dalam kehidupan nyata oleh para pemeluknya. Namun demikian, sering kali terjadi kesenjangan yang luar biasa antara teks dalam kitab suci dengan teks penafsiran atas kitab suci. Disisi lain tidak bisa terlepas dari peran media massa secara terus-menerus membangun wacana mengenai penguatan hak-hak perempuan dengan melakukan gecar terhadap isu kekerasan berbasis gender.
Salah satu tema utama sekaligus prinsip pokok dalam ajaran Islam adalah persamaan antara manusia, baik antara lelaki dan perempuan maupun antar bangsa, suku dan keturunan. Perbedaan yang digarisbawahi dan yang kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang hanyalah nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Mahaesa.
PARADIGMA GENDER
Praktek Gender pada mulanya sudah ada pada zaman Nabi. Kehidupan perempuan di masa Nabi perlahan-lahan sudah mengarah kepada keadilan gender. Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris. Wilayah Islam bertambah luas ke bekas wilayah jajahan Persia di Timur, bekas jajahan Romawi dengan pengaruh kebudayaan Yunaninya di Barat, dan ke Afrika, seperti Mesir dengan sisa-sisa kebudayaan Mesir Kunonya di bagian Selatan. Pusat-pusat kebudayaan tua tersebut memperlakukan kaum perempuan sebagai the second sex. Para ulama yang berasal dari wilayah tersebut sulit melepaskan diri dari kebudayaan lokalnya di dalam menafsirkan sumber-sumber ajaran Islam. Akibatnya, fiqih yang berkembang di dalam sejarah Islam adalah fiqih patriarki. Dapat dimaklumi, komunitas Islam yang semakin jauh dari pusat kotanya (heartland), akan semakin kuat mengalami proses enkulturasi.
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”.Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam kata lain, gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Gender di pahami sebagai perbedaan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan yang sebenarnya hasil bentukan masyarakat sebagai ciri biologis atau sebuah kodrat Tuhan. Pembentukan ini terjadi oleh proses enkulturisasi (pembudayaan) dan sosialisasi yang berlangsung dalam suatu setting sosial sejak seseorang dilahirkan hingga dewasa. Dalam hampir setiap masyarakat faktor sex ini membawa konsekuensi dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan dan dalam sistem pembagian kerja artinya setiap masyarakat menetapkan peraturan-peraturan, kode-kode yang merupakan pedoman bagi tingkah laku perempuan dan laki-laki misalnya perempuan melakukan pekerjaan rumah tangga sedang laki-laki dianggap tidak pantas. Menjadi pemimpin masyarakat sepeti dalam adat, kepala desa dan lebih pantas oleh laki-laki dan sebagainya.

SOSIO-BIOLOGIS (NATURE DAN NURTURE)
Gender menyangkut gagasan, perlakuan, dan bahkan teknologi bias gender dan erat kaitannya terhadap konstruksi budaya. Pembagian laki-laki dan perempuan tel;ah lama dilakukan dan menjadi kajian yang menarik. Banyak teori dikemukakan untuk memberikan alasan mengapa pembagian dilakukan mulai dari teori nature atau kodrat alam, teori kulture atau kebudayaan, teori fungsionalisme structural dan teori psikologi analisa Dalam pendekatan ketidaksetaraan gender ini, saya akan mengkaitkan dengan teori sosio-biologis yang mencoba mengelaborasikan teori nature dan nurture.
Gagasan seputar ketidasetaraan gender dan upaya membebaskan perempuan dari belenggu rumah tangga sesungguhnya berpijak dari pandangan yang keliru tentang manusia. Pria dan wanita berikut potensi-potensinya masing-masing. Sejumlah penolakan yang bersifat fitri dan kodrati pada manusia. Akibatnya, muncul asumsi-asumsi yang salah terhadap penyelesaian persoalan manusia, termasuk perempuan misalnya, memandang sifat feminin sebagai hasil bentukan kultur, demikian pula peran wanita di rumah tangga. Namun, pandangan tersebut sering terbantahkan oleh kenyataan, karena ada perempuan yang secara sukarela, ikhlas dan tanpa merasa terpaksa selalu mendambakan peran sebagai ibu rumah tangga bagi dirinya sendiri.
Pandangan di sekitar teologi gender berkisar pada tiga hal pokok: pertama, asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, kedua, fungsi keberadaan laki-laki dan perempuan, ketiga, persoalan perempuan dan dosa warisan. Ketiga hal ini memang dibahas secara panjang lebar dalam Kitab Suci beberapa agama. Mitos-mitos tentang asal-usul kejadian perempuan yang berkembang dalam sejarah umat manusia sejalan dengan apa yang tertera di dalam Kitab Suci tersebut. Mungkin itulah sebabnya kaum perempuan kebanyakan menerima kenyataan dirinya sebagai given dari Tuhan. Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa happy jika mengabdi sepenuhnya tanpa reserve (mengeluh) kepada suami.
GENDER DAN AGAMA
Gender dan agama, dalam Islam sudah mengatur kedudukan perempuan sebaiknya sebagaimana yang banyak dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak banyak kesempatan yang dilakukan oleh perempuan sebagaimana didapatkan dari laki-laki itu adalah cara Islam menghormati dan memuliakan perempuan. pencitraan laki-laki dalam Islam sebagai sosok pemimpin atau kepala keluarga di kalangan masyarakat Indonesia masih terbius dengan acuan akar budaya paternalis dan maskulinitas yang diisi dengan muatan-muatan hierarkis dalam nuansa hubungan laki-laki dan perempuan sebagai pemimpin dan yang dipimpin, pendominasi dan yang didominasi, pelindung dan yang dilindungi serta serentetan hierarkis lainnya yang menempatkan perempuan dalam posisi ketidaksetaraan. Bahkan pencitraan ini didukung oleh ayat-ayat Al-Qur`an yang diinterpretasikan sedemikian rupa dan diyakini sebagai legitimasi teologis oleh masyarakat muslim Indonesia.
Terdapat suatu kelebihan dan kekurangan yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan baik dari segi fisik maupun social. Kelebihan yang menjadi daya tarik perempuan dengan keberadaan seorang laki-laki adalah yang memang secara biologi (fisik) tercipta dengan tubuh yang lebih kuat dan karisma kepemimpinan yang tegas dari pada wanita. Namun tak menyudutkan juga, ada beberapa laki-laki yang standar kelaki-lakiannya menyerupai wanita (dan saya tidak berbicara dalam wilayah tersebut). Secara global, laki-laki mendapat kepercayaan penuh dengan keberadaannya dalam segi peran dan stuktur masyarakat. Dan hal ini tidak bisa terlepas dengan adanya pandangan nurture. Lingkungan membentuk konstruksi yang menyoalkan kaum Adam lebih unggul dalam banyak hal. Hanya saja dalam urusan dapur dan anak, menjadi pekerjaan dari kaum Hawa. Oleh karena itulah, yang menjadi kelemahan bagi kaum Hawa yang dikonstruksikan kurang kompeten dam urusan kepemimpinan dan dipandang lemah dalam hal fisik.
Dengan sebuah perasaan yang dan kelembutan menjadi ciri khas (identitas) dari wanita untuk memberikan pengasuhan pada generasi muda, terutama dimulai dari anak mereka selagi dalam kandungan, dilahirkan, kemudian dirawat dan dibesarkan. Dalam proses tersebutlah yang menjadikan kelebihan wanita bagaimana perannya yang mencetak pola pikir dan otak sesosok manusia dari keturunannya untuk menjadi manusia yang beradab dan beretika. Hal ini bisa terbukti dengan kegiatan seorang ibu yang lebih dekat dalam hal emosional dan psikologis sang anak. Tidak heran tanggal 22 Desember diabadikan sebagai penghormatan terhadap kaum Hawa terutama bagi ibu mulai dari perjuangan dan pengorbanan memberikan pengajaran dan pendidikan secara mental untuk berbudi yang diidealkan dalam setiap keluarga. Tapi disini, bukan berarti menunjukkan marginalisasikan peran seorang ayah yang berjuang pula dalam hal mencari nafkah.


Created by : meida_suswanadari sos_ant

HOMANS DAN ANALOGI PERILAKU KONSUMEN “TANAMAN HIAS”

HOMANS DAN ANALOGI PERILAKU KONSUMEN “TANAMAN HIAS”
By : Meidawati Suswandari

Jemani, anthurium dan gelombang cinta adalah merupakan komoditas instant. Seperti halnya saat bomingnya Ikan Arwana dan lohan yang pernah ngetrend, maka secara alamiah komoditas instant adalah semakin diburu semakin mahal, karena membuat orang semakin penasaran. Namun bila rasa penasaran telah terpenuhi, maka harga komoditas tersebut akan jatuh, kecuali bila komoditas tersebut memiliki value atau manfaat yang tinggi bagi penggunanya. Dan tidak ubahnya dengan cerita dongeng. Harganya bisa semahal satu mobil Mercedes seri S. Kalau dibelikan rumah, bisa dapat lima-enam buah dengan luas tanah 180-an meter di pinggiran Jakarta. Bagaimana bisa menjelaskan satu tanaman hias daun anturium yang harganya Rp 600 juta bahkan Rp 1,2 miliar per buah? Harga ratusan juta rupiah juga pernah diraih adenium.
Dalam trend tanaman hias pun seakan terus mengelinding menyertai setiap kemunculan trend baru tanaman hias. Menggilanya harga tanaman hias yang selagi dalam trend membuat banyak pihak terheran-heran. Lihatlah harga anthurium sampai menyentuh jutaan. Para penghobi, penjual tanaman hias dan bahkan pengamat tak lagi berbisik-bisik, tetapi telah terang-terangan bicara dugaan permainan trend pada tanaman hias. Untuk membentuk bisnis menjadi trend semacam ini adalah dengan cara membuat suasana dengan pola permintaan secara semu, yaitu permintaan yang tidak sesungguhnya. Permintaan semu ini direkayasa oleh kekuatan dari orang-orang tertentu secara otomatis cenderung untuk mendukungnya. Akibat dari permintaan semu ini terhadap komoditas tersebut menjadi melambung tinggi, tidak terkendali bahkan terkesan irasional. Dalam pengertian perilaku pada konsumen menjadi sesuatu yang mencolok.
Selain itu peran media juga sangat esensial dalam komunikasikan eksistensi tanaman hias, baik berupa media elektronik maupun media cetak keduanya ikut andil dalam membentuk opini masyarakat, menyampaikan informasi harga, perkembangan dan trend tanaman dan yang lainnya. Fenomena ini menunjukan bahwa demam anthurium membawa dampak yang positif terhadap perkembangan media masa sedangkan media massa membentuk opini yang mampu mengangkat perbisnisan berupa anthurium. Jadi ada hubungan mutualisme yang saling menguntungkan. Hal ini dibenarkan oleh teori konsep sikap dari Dra. Ristiyanti prasetijo, MBA dan Prof. John J.O.I Ihalauw bahwa :“Pengaruh media massa tidak boleh dianggap remeh. Perusahaan menggunakan berbagai macam media massa secara efektif untuk mempengaruhi sikap audiens yang merupakan konsumen atau calon konsumen perusahaan itu. Sikap dapat terbentuk dari jenis media massa yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi tentang produk”
Sehingga menyampaikan pesan informasi, membentuk opini melalui media masa maupun even-even yang mereka bentuk seperti mengadakan pameran, exspo, kontes pemilihan jemani sampai pemilihan Duta Putri Jemani yang menjaring wanita-wanita cantik pun dilakukan dan itu sah-sah saja serta bisa dilakukan untuk mengangkat nilai dari suatu komoditas yang dikehendaki.
BENDA DALAM PEMAKNAAN
Masyarakat saat ini sedang digandrungi dengan berbagai spesies yang ditawarkan oleh publik dari tanaman hias. Mendadak orang bisa beli mobil ataupun rumah berkat Jemani. Kini juga semakin banyak kios tanaman hias di pusat-pusat perbelanjaan kota. Kita pun kerap melihat ibu-ibu atau bapak-bapak memarkir sedan di tepi jalan untuk mendatangi lapak dagangan tanaman hias. Maka, pameran dan pengembangan untuk menanggapi pasar tanaman hias semakin membesar.
Menggilanya harga tanaman hias yang selagi dalam trend membuat banyak pihak terheran-heran. Lihatlah harga anthurium sampai menyentuh jutaan.
Hal ini tidak terlepas dengan adanya tangan-tangan yang memainkan dalam trend tanaman hias. Para penghobi, penjual tanaman hias dan bahkan pengamat tidak k lagi berbisik-bisik, tetapi telah terang-terangan menikmati isu tersebut.
Tanaman diibaratkan sebuah benda. Lantas apa makna benda-benda bagi manusia? Baik dari sudut pandang masyarakat tradisional maupun masyarakat modern pertanyaan ini bisa dijawab dengan dua hal, yang merupakan pokok kajian budaya materi (budaya pemanfaatan benda-benda oleh manusia, bagaimana manusia berhubungan dengan benda). Oleh Mary Douglas (antropolog) dan Baron Isherwood (ekonom) (1979) menanggapi dalam persepsinya :“Fenomena peradagangan/ekonomi juga masih termasuk dalam perspektif ini. Pertama, benda-benda bisa diletakkan dalam perspektif fungsional saja. Yang kedua, benda-benda bisa juga diletakkan dalam perspektifnya sebagai totem, yaitu diasosiakan secara simbolik dengan sesuatu yang lain. Di sini benda-benda berperan sebagai pembawa maknamakna sosial tertentu. Cincin misalnya, yang tak terlalu penting dalam perspektif fungsional, dalam perspektif totem bisa bermakna kecantikan, kekayaan, atau ikatan kesetiaan”
Benda bisa beralih fungsinya terhadap dampak materi. Seperti halnya tanaman hias, seolah-olah benda tersebut berdampak adanya reward tertentu yang mampu dihasilkan dari ketertarikan dengan kepemilikan tanaman hias. Kemudian berkembanglah unsure komoditas yang menggambarkan penyembunyian cerita tentang siapa dan bagaimana sebuah objek dibuat. Dalam pandangan Marx, hal tersebut merupakan objektifikasi kesadaran sosial. Ini berawal dari distingsi Marx antara produksi yang bermanfaat langsung bagi pembuatnya dengan produksi yang semata-mata untuk kepentingan pasar.
HOMANS DAN PERTUKARAN PERILAKU
Teori pertukaran social dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer, orang menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Akan tetapi, pertukaran social tidak selalu dapat diukur dari hal nyata dan tidak nyata. Teori pertukaran Homans ini bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Pertukaran perilaku untuk memperoleh ganjaran adalah prinsip dasar dalam transaksi ekonomi sederhana. Homans percaya bahwa proses pertukaran dapat dijelaskan dalam lima pernyataan proporsional berasal dari psikologi BF. Skiner. Diantaranya proporsi sukses, proporsi stimulus, proporsi nilai, proporsi deprivasi satiasi dan proporsi restu agresi. Namun saya ingin menghadirkan dalam tiga proporsi.
Pertama, proposi sukses, yang menyatakan :“Dalam setiap tindakan, semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka kian kerap ia akan melakukan tindakan itu” Jika ditelaah, maka bagaimana peran sebuah media yang berhasil membuat konsumen tersihir secara magic untuk mengikuti segala hal yang dipromosikan, diberitakan dan dieksploitasi sedemikian rupa. Dengan keberhasilan media dapat menggaet perilaku dan pola konsumtif secara massa, maka semakin gencar pula peran media tersebut memboomingkan konsepsi suatu benda. Tanaman hias yang tercipta dari sebuah benda yang tadinya hanya biasa-biasa saja seperti untuk pajangan atau hiasan halaman rumah, dikonstuksikan sebagai sebuah merek dan produk yang bervalue tinggi.
Proporsi yang kedua adalah stimulus. “Jika dimasa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli merupan peristiwa di mana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang ada sekarang ini dengan yang lalu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak sama”. Pengertian dasar stimulus diatas menyeragamkan definisi bagaimana proporsi sukses mengelabuhi konsumennya. Namun dalam proporsi stimulus ini, cenderung lebih spesifik aturan mainnya. Peran media massa yang menampilkan gambaran secara umum keberhasilan dan kesuksesan seseorang yang mengembangkan usaha serta perkembangbiakan tanaman hias dari beberapa jenis atau spesies tanaman hias yang laku terjual, sehingga seolah-olah membuat kotak kebudayaan tertentu yang menyudutkan beberapa jenis tanaman hias yang responsive terhadap nilai jual yang menggiurkan. Hal ini bisa dilihat pada jenis anthurium, jemani dan gelombang cinta. Sedangkan tanaman hias lainnya yang masih dalam taraf belum dan mungkin sebentar lagi akan dinaik-daunkan oleh media massa, bisa saja orang akan semakin gila dan gila dengan sepucuk daun yang senantiasa diagung-agungkan.
Ketiga, proporsi nilai, berisi tentang :“Semakin tinggi nilai suatu tindakan, maka kian senang seseorang melakukan tindakan itu”. Perilaku konsumen tidak lagi mengkonsumsi sesuatu untuk pemenuhan kehidupan secara primer dan sedikitnya kebutuhan sekunder, namun yang terjadi sekarang ini sudah berubah. Sehingga interprestasinya merujuk kepada prestise. Memang, anthurium bukanlah barang sembako yang menjadi kebutuhan primer setiap orang. Namun, akar sejarah dan budaya masyarakat Indonesia membuktikan, prestise bagi masyarakat Nusantara menjadi sebuah kebutuhan penting. Kebutuhan pada prestise itu dimiliki setiap lapisan masyarakat. Artinya, setiap orang rela membelanjakan uangnya demi sebuah prestise sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Created By :
Meida_suswandari Sos_ant

MENGAJAR ITU APA TO ???

DEFINISI MENGAJAR

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik atau suatu aktivitas mengorganisasi/mengartur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi proses belajar arau sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. (Sardiman, A.M. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Pers, hal.47).
Mengajar adalah mengorganisasi hal-hal yang berhubungan dengan belajar dapat dilihat pada segala macam situasi mengajar yang baik maupun yang buruk. Misalnya dalam mengajarkan aljabar kita lihat tugas yang diberikan dari buku, bahan latihan, disusun sejumlah soal-soal, adakan diskusi, diterangkan kesulitan, tanya jawab dan diadakan tes (J.Mursell dan Prof.Dr.S.Nasution,M.A. 2002. Mengajar dengan sukses. Bumi Aksara, hal. 8).
Mengajar berarti menyampaikan atau menularkan pengetahuan dan pandangan (Ad.Rooijakkers.1991.Mengajar dengan sukses. Jakarta : Widiasarana Indonesia,hal 1).
Mengajar lebih menekankan transfer of knowledge (memberi pelajaran) (Sardiman A.M.2001.Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta:Pt grfindo Persada, hal 50)
Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa. Mengajar adalah segala upaya untuk disengaja dalam rangka memberikan kemungkinan bagi siswa utuk terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Menurut William H.Burton, mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Ada 3 pandangan mengenai pengertian mengajar, yaitu :
1. Menyampaikan pengetahuan dari seseorang kepada kelompok
2. Membimbing peserta didik belajar
3. Mengatur lingkungan agar terjadi proses belajar mengajar yang baik.
(Drs.A.Tabrani Rusyan, Atany Kusdinar,B.A, Drs.Zainal Arifin. 1989. Pendekatan dalam Proses belajar Mengajar. Bandung : Remaja Karya CV Bandung).
Arifin (1978) mendefinisikan mengajar sebgai “...suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapai, emnguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu”. Tyson dan Caroll (1970), mengajar adalah.”...away working student...a rocess of interaction...the teacher do something to student, the student do something in return”. Dengan arti bahwa, mengajar merupakan sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik abtara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Tardif (1989), mengajar adalah “...any action performed by an individual (the teacher) with the intentation of facilitating learning in another indiviidual (the learner), atau perbuatan yang lakukan seseorang (dalam hal ini guru) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini siswa) melakukan kegiatan belajar.
Menurut Biggs (1991), ada 3 konsep pengertian mengajar, yaitu
1. Pengertian kuantitatif (menyangkut jumlah pengetahuan yang diajarkan)
2. Pengertian institusional (menyangkut kelembagaan atau sekolah).
3. Pengertian kualitatif (menyangkut mutu hasil yang ideal)
(Drs. Muhibbin Syah,M.Ed. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, hal 182-183).
Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau megandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalm hubungan dengan anak didik dan bahan klpengajaran yang menimbulkan proses belajar, mengajar bukan sekedar proses penyampaian ilmu pengetahuan melainkan terjadinya interaksi manusiawi dengan berbagai aspeknya yang cukup kompleks (Yasin Setiawan.www.siaksofmilikanda.co.id, 18 Februari 2008).
Mengajar adalah aktivitas/kegiatan yang dilakukan guru dalam kelas atau lingkungan sekolah. (http://www.tabloidpenaburjakarta.com. Etiwati. Mengajar Dengan Sukses).
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. (http://www/problematika_sptr_guru_23.html. Anonim. Problematika Seputar guru).
Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.(www.sitial-furqon.blog.co.id oleh H. Emil Rosmali, SE Tugas Dan Peran Guru)

Created By : meida_suswandari Sos-Ant

GANTI BAJU DALAM STRUKTUR SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

GANTI BAJU DALAM STRUKTUR SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

Dibawah ini merupakan opini saya mengenai sebuah struktur yang berlaku di Indonesia apakah hanya ganti baju saya????
Menurut hemat saya adalah iya. Saya setuju bahwa kondisi strukturisasi yang ada di Indonesia dari setiap pergantian kepemimpinan atau penguasa hanya mencakup perubahan wajah dari orang yang ini menjadi orang yang itu. Hal ini saya tengarai dengan adanya kebebasan individu yang masih banyak terbelenggu oleh kesulitan dan kekangan dari berbagai pihak. Mayoritas rakyat terbelenggu oleh kesulitan ekonomi, pelanggaran HAM dan kebebasan berpendapat dalam komunikasi massa tanpa mendapat perlindungan hukum yang semestinya dari negara yang sudah merdeka. Baik dalam pasal 27 maupun pasal 28 UUD 1945 dari sudut pandang kebebasan individu tersebut masih belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
Nilai-nilai kini tergantikan dengan nilai baru yang akan dianggap sebagai kebenaran. Seperti halnya fetimisme (pemujaan) dalam materi, sikap pesimis terhadap berbagai penyelewengan, penghormatan terhadap koruptor. Tidak lagi diindahkannya orang yang berbuat jujur, kemerosotan akhlak dan meluasnya kesenjangan dalam kehidupan perekonomian dalam masyarakat.
Secara spesifikasi saya akan menggolongkan kekurangan dalam sebuah pergantian struktur di Indonesia yang sifatnya hanya ganti baju saja, diantaranya :
1. peninggalan masa Orde baru yang telah mewariskan penderitaan rakyat Indonesia di bidang ekonomi sampai pada era sekarang ini. Diktatorisme pembangunan dalam sikap egoisme seorang penguasa sehingga muncul kolusi dan nepotisme.
2. fenomena lain berupa penindasan manusia oleh manusia dalam pelanggaran HAM baik oleh penguasa sipil dan militer maupun oleh anggota masyarakat.
3. adanya penjajahan politik dan hukum yang didorong oleh kekuasaan dan uang. Bahkan demokrasi dan kedaulatan rakyat menjadi obyek jual beli dan tawar menawar oleh para penguasa. Sebagai contoh para penguasa menyuarakan dalam kampanye pemilu. Tapi setelah itu mereka lupa dengan janji mereka kepada rakyat kecil, boleh dibilang mereka tidak ksatria, tidak fair dan ingkar janji. Disamping itu, dibidang hukum banyak para elit penguasa yang hingga kini merasa dirinya kebal hukum, sebagai contoh yang terjadi pada kasus korupsi BLBI yang menyuap jaksa Urip Tri Gunawan.
4. Tidak ada keterbukaan politik, kurang berfungsinya legislatif dan masih banyak “pelacur-pelacur politik’. Kenyataan dimana mereka lebih memihak atau mementingkan kepentingan pribadi (perut) dari pada kepentingan masyarakat. Para penguasa atau orang kaya mempunyai kesempatan mengenyam kenyaman dan berbagai fasilitas. Akan tetapi, banyak orang miskin yang tidak memperoleh kesempatan untuk bisa menikmati kehidupan secara lebih baik, contohnya pendidikan.

Created by :
Meida_Suswandari Sos_ant

Kemiskinan Budaya

KEMISKINAN BUDAYA
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin “misteri” mengenai kemiskinan ini. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini antara lain adalah:
Pertama, konsep kemiskinan masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau “income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kedua, jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun perkotaan Meskipun Indonesia pernah dicatat sebagai salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Ketiga, kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang terjadi sepanjang krisis ekonomi, misalnya, menunjukkan bahwa ternyata persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional. Sadar bahwa isu kemiskinan merupakan masalah laten yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.
KONSEP KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan konsep yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Ellis (1984:242-245), misalnya, menunjukkan bahwa dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolut. Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2,100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu atau pendekatan Bank Dunia yang menggunakan 1 dolar AS per orang per hari adalah contoh pengukuran kemiskinan absolut.
Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.


FAKTOR KEMISKINAN BUDAYA
Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si misikin untuk bekerja (malas), melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur sosial dalam menydiakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja. Konsepsi kemiskinan yang bersifat multidimensional ini kiranya lebih tepat jika digunakan sebagai pisau analisis dalam mendefinisikan kemiskinan dan merumuskan kebijakan penanganan kemiskinan di Indonesia. Sebagaimana akan dikemukakan pada pembahasan berikutnya, konsepsi kemiskinan ini juga sangat dekat dengan perspektif pekerjaan sosial yang memfokuskan pada konsep keberfungsian sosial dan senantiasa melihat manusia dalam konteks lingkungan dan situasi sosialnya.
WACANA KEMISKINAN BUDAYA
Anggapan semakin memudarnya system budaya akibat kecenderungan melemahnya budaya ikatan persaudaraan, ditinggalkannya nilai-nilai sakral budaya yang sarat makna, adopsi budaya instan tanpa saring menjadi fenomena yang harus kita akui cukup mengkhawatirkan karena komunitas masyarakat Melayu di Pulau Bintan inilah yang menjadi elemen substansial dari pusat kerajaan Melayu- Johor dahulu dengan potensi latar belakang historis dan budaya yang sangat kuat..
Kemiskinan budaya (culture decay) telah merambah Indonesia. Sistem transmisi (pewarisan) budaya dari orang tua kepada anak tak berjalan lagi, dan budaya barat mengerogoti para generasi muda. Sebagai akibat adalah tidak berjalannya hukum dengan baik, politik yang selalu berkecamuk dan kondisi ekonomi yang tidak stabil adalah beberapa hal yang sangat penting menyebabkan terjadinya kemiskinan budaya tersebut. Masyarakat tidak memahami lagi fungsi dan peranan budaya ini di tengah masyarakat termasuk dalam pergaulan interna¬sional. Sehingga, tak heran benda-benda purbakala yang dimiliki Indonesia banyak yang berada di luar negeri yang dibawa oleh para kolektor. Baik dengan cara dicuri, maupun dibeli dengan harga yang cukup menggiurkan. Dan itulah kasus yang sering terjadi di Indonesia. Uang membuat mereka, tak lagi memikirkan dampak kurang baik buat bangsa.
Nilai-nilai atau bukti sejarah satu per satu mungkin akan hilang. Lalu, apa yang bisa dibanggakan lagi menyangkut kegemilangan dan kejayaan Bangsa Indonesia. Kita bisa berkaca dengan Jepang, meski mereka negara maju namun budaya tetap dipertahankan sebagai cirikhas negeri sakura terse¬but. Selain itu terrace (kepercayaan) dalam bidang bisnis, cukup besar diberikan kepada negara yang berbudaya.
Tetapi lain dengan Indonesia, meski negara berkembang tetapi budaya sudah mulai dilacurkan. Jika tak cepat dipikirkan antisi¬pasi, maka niscaya kebesaran Indonesia pada masa lampau hanya tinggal cerita saja dan tak dapat dibuktikan dengan peningga¬lannya. Disebut kemiskinan kultural, adalah budaya yang membuat orang miskin, yang dalam antropologi disebut Koentjaraningrat dengan mentalitas atau kebudayan kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Seperti, masyarakat yang pasrah dengan keadaannya dan menganggap bahwa mereka miskin karena turunan, atau karena dulu orang tuanya atau nenek moyangnya juga miskin, sehingga usahanya untuk maju menjadi kurang. Semakin banyak program-program yang bergerak dalam penanggulangan kemiskinan, namun makin banyak pula jumlah orang miskin. Berbicara tentang kemiskinan kultural, bahwa budayalah yang membuat orang miskin..
Ketika berbicara tentang budaya miskin atau mentalitas kemiskinan, maka dengan konsep manusia yang berdaya melalui penyadaran kritis, bahwa manusia yang berdaya adalah manusia pemberi. Bagaimana orang miskin bisa memberi kalau untuk dirinya sendiri dia tidak punya. Jadi, inti adalah dengan penyadaran-penyadaran dan nilai-nilai luhur. Ada gambaran sekilas tentang adanya kemiskinan kultural di Sumba Barat, akar penyebab kemiskinan yaitu lunturnya nilai-nilai luhur dan olah rasa. Bagaimana peserta melibatkan rasa, dimana ketika ada orang miskin siapa yang peduli, dan bagaimana seharusnya kita terhadap orang miskin tersebut. Bagaimana masyarakat bisa menyadari bahwa mereka miskin karena budaya atau adanya kemiskinan kultural, atau bahwa mereka miskin karena perilaku yang jika dikaitkan dengan budaya tadi adanya perilaku boros dalam masyarakat, atau adanya perilaku gengsi dalam masyarakat. Kalau mereka tidak melakukan pesta secara besar-besaran, maka apa pandangan masyarakat terhadap mereka.
Mentalitas bangsa Indonesia menurut Koenjtoroningrat, yaitu :
1. Meremehkan waktu
2. Suka menerabas
3. Tidak Percaya Diri
4. Tidak disiplin
5. Suka korbankan Tanggung jawab.
Tentang ancaman kemanusiaan, berupa kemiskinan, ledakan penduduk, degradasi lingkungan global yang dampaknya akan dirasakan bangsa Indonesia di abad ke-21. Munculnya fenomena "masyarakat stres", "masyarakat sakit", yang ditandai oleh sakit mental, kekerasan, dan penyalahgunaan obat dan kenakalan remaja. Maka tak heran kalau Soetardji Calzoum Bachri mengajak bangsa kita dengan lantang: "Wahai bangsaku/ Keluarlah engkau dari kamus kehancuran ini/ Cari kata/ Temukan ucapan/ Sebagaimana dulu para pemuda menemukan kata dalam sumpah mereka." Senada dengan Sartono Kartodirdjo yang mengumandangkan tentang pentingnya kesadaran sejarah dalam proses pendidikan bangsa. Dan, Kuntowijoyo mengajukan pentingnya transendensi dan humanisasi untuk melawan politisisasi, sekularisasi, dan komersialisasi budaya. Nilai-nilai ini dipandang ikut membentuk selera, laku, dan bahkan kesadaran kita. Kini nilai-nilai ini terus meresap, menjadi semacam kekuatan budaya yang membentuk bawah-sadar kehidupan manusia modern. Mulai dari cara kita memilih letak rumah, jenis kendaraan, merek busana, tempat hiburan, acara TV, figur anutan, penggunaan uang yang kita peroleh, pemanfaatan waktu luang, hingga cara kita bercinta dan menjalani serta memandang kehidupan sehari-hari. Semuanya tak lain dari adanya konstruksi nilai dan budaya yang membentuk kesadaran kita.
Di tengah kepungan nilai-nilai itu, bangsa kita justru berhadapan dengan masalah besar dan krusial yang menghadang. Persoalan kemiskinan, penyakit (biologis, psikologis, dan sosial), kebodohan, kekerasan, ketidakpedulian (I don't care!), pencemaran lingkungan, masih menjadi persoalan keseharian yang kasat mata yang masih memerlukan tidak hanya pemikiran budaya, tapi juga laku budaya sehar-hari yang lebih mampu membebaskan dan memberdayakan kita dari berbagai krisis sosial, ekonomi, politik yang mengimpit. Laku dan kesadaran budaya yang beberapa di antaranya akan disorot di bawah ini perlu segera dikembangkan untuk melawan kecenderungan laku budaya dominan yang seakan sudah menjadi bagian hidup sehari-hari. Kita sebut saja budaya itu sebagai "10 Sikap dan Kesadaran budaya Negatif" yang harus disingkirkan dengan membangun "10 Sikap dan Kesadaran budaya Positif" yang menjadi budaya alternatif yang harus terus dipupuk di rumah, di sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, di jalan-jalan, dan di semua ruang kehidupan sehari-hari.
Pertama, budaya feodal lawan budaya egaliter.
Budaya feodalisme yang menghambat kemajuan harus dilawan dengan sikap dan kesadaran budaya egaliter. Sikap egaliter menempatkan manusia pada posisi setara, tanpa memandang status yang diperoleh karena keturunan, kekayaan, jabatan, pendidikan, suku, ras, atau agama. Sikap hidup yang memandang semua orang sama akan menjadi budaya pendukung nilai-nilai demokrasi dan semangat masyarakat madani. Kita harus mengembangkan pendidikan budaya sejak dini kepada anak-anak agar tumbuh sikap budaya egaliter yang menghargai sesama manusia.
Kedua, budaya instan lawan budaya kerja keras.
budaya instan yang mengganggap bahwa bahagia, kekayaan, sukses, dan prestasi bisa diraih seperti membalik telapak tangan, juga harus dilawan dengan budaya yang memandang bahwa semua itu harus diraih dengan keringat dan air mata. Budaya- budaya yang menggampangkan penyelesaian persoalan dengan cara potong kompas dalam kehidupan sehari-hari mesti dilawan dengan cara-cara yang lebih beradab. Prestasi yang diraih dengan kerja keras harus diberi penghargaan secara layak dan harus diciptakan mekanisme penilaian untuk orang-orang yang meraih prestasi dengan kerja keras. Kita harus menanamkan pendidikan budaya yang memberi pengertian kepada anak-anak agar korupsi, perilaku tidak jujur, komersialisasi jabatan, sampai jual beli gelar aspal, plagiat, atau mencontek adalah contoh budaya instan yang tidak layak diberi tempat dalam masyarakat. Karena kita hanya menghargai orang yang bekerja keras.
Ketiga, budaya kulit lawan budaya isi.
Budaya kulit atau tampilan luar dalam kehidupan memang penting. Untuk menjaga citra diri atau image seseorang, banyak cara yang bisa ditempuh. Ada orang yang memamerkan kekayaan, ada yang menunjukkan kepintaran, ada juga yang unjuk kekuatan dan kekuasaan. Show kemewahan sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum aristokrat sejak dulu. Sekarang banyak orang kaya baru (OKB) yang tidak malu-malu menunjukkan dirinya kaya dan saleh. Untuk itu, orang menggunakan simbol-simbol kesuksesan dan kesalehan dengan berbagai cara. Persoalan muncul kalau orang biasa memakai topeng kulit seperti itu. Pasalnya iklan dan sinetron tak hentinya mengajarkan bahwa budaya kulit lebih hebat dari budaya isi.
Kita ingin menanamkan kepada anak-anak sejak dini bahwa budaya isi, substansi jauh lebih penting dari budaya kulit. Bukan kita iri atau cemburu dengan orang sukses dan kaya. Bukan! Kita ingin agar kekayaan dan kesuksesan mereka lebih bermakna bagi kehidupan banyak orang. Kita merindukan kesejahteraan yang lebih merata. Kita ingin mengetuk kesadaran orang yang gandrung budaya kulit agar mulai menyelami budaya isi, untuk menyelami hakikat kehidupan itu sendiri.
Keempat, budaya penampilan lawan budaya hidup sederhana.
Budaya penampilan, asal kelihatan keren, kece, dan hebat, juga menjadi bagian dari kehidupan kita. Tak banyak orang sekarang yang mau dan berani tampil lebih sederhana dari penghasilannya. Bahkan tak jarang orang sudah menghabiskan penghasilannya sebelum penghasilan itu menjadi haknya. Kita menyebut budaya kredit dan budaya utang kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup kita bahkan sudah menjadi darah daging dan daya hidup pemerintah kita (ingat utang luar negeri!).
Kita akan sulit atau mungkin terasing di tengah-tengah tetangga, keluarga atau kolega kalau kita berpenampilan sederhana. Kebersahajaan --sebagai pilihan sikap dan gaya hidup alternatif-- menjadi barang langka atau bahkan semacam kemewahan tak terjangkau di tengah hutan lebat gemerlap gaya hidup. Di kantor, pakaian Anda yang dinilai tidak modis dan stylist akan dikomentari, "Masak dari dulu hanya pakai yang itu-itu." Kamu tidak akan kelihatan sukses dan membanggakan keluarga kalau kamu tidak mengenderai kendaraan terkini. Kamu akan lebih keren kalau kamu memakai HP keluaran mutakhir, model anu dengan penampilan gress. Ongkos penampilanmu akan terus menyedot sakumu.
Setiap hari anak-anak kita dikhotbahi oleh pesan-pesan iklan dan sinetron padat gaya hidup agar mereka memuja budaya penampilan. Di masa depan kita ingin agar anak-anak kita menjadi lebih sederhana dari kita, sekalipun kita tetap berusaha agar mereka jauh lebih sukses dan bahagia dari kita.
Kelima, budaya boros lawan budaya hemat.
budaya kulit atau budaya penampilan jelas telah menjadikan budaya boros begitu telanjang di pelupuk mata. Kita jarang berpikir jangan-jangan perilaku dan gaya hidup serbaboros sudah mendarah daging dalam kehidupan kita. Cobalah simak di kantor, di jalan, atau di rumah kita. Bagaimana kita menggunakan listrik, air, atau pulsa telefon (khususnya HP). Kalau dulu orang tua memberi anak uang bisa ditabung atau dibelikan emas. Sekarang begitu banyak orang tua yang menganggarkan uang pulsa bulanan buat si buah hatinya. Di zaman teknologi komunikasi serbacanggih, budaya ngerumpi dan omongan remeh-temeh bisa menghamburkan uang ratusan ribu bahkan jutaan perbulan.
Mulai sekarang kita harus menanamkan kesadaran di kalangan anak muda bahwa budaya hemat adalah bagian dari perilaku hidup sehat dan beradab yang harus dikembangkan. Kepada generasi muda, misalnya, perlu kita sebarkan ungkapan, "Save water and electricity!" atau "Hemat air dan listrik demi generasi mendatang!". Bila perlu harus kita pasang di pintu-pintu rumah kita. Kita harus berpikir bahwa masih banyak orang yang belum memperoleh penerangan yang layak dan air bersih yang wajar sebagaimana yang kita nikmati. Masih banyak bencana kekeringan dan kelaparan yang menyebabkan nestapa kemanusiaan. Kita ingin budaya hidup hemat menjadi pesan kemanusiaan yang bermakna bagi generasi mendatang. Seruan lirih Mahatma Gandhi terdengar pas, "Earth provides enough for everyone's need, but not for everyman's greed."
Keenam, budaya apati lawan budaya empati.
Dengan kesadaran demikian pula kita ingin membuat sikap masa bodoh atau apati yang membuat kita menutup mata terhadap persoalan di sekitar kita segera diganti oleh tumbuhnya generasi yang berkesadaran empatik. budaya empatik menumbuhkan kepedulian dan kesadaran untuk mendengar terhadap keluhan orang lain atau penderitaan sesama. Generasi empatik adalah generasi yang bisa hidup dalam semangat untuk memberi kepada yang tidak mampu dan menyuarakan persoalan publik serta membebaskan yang tertindas. Kita ingin menumbuhkan budaya empati justru di tengah-tengah sikap masa bodoh atau ketidakpedulian yang sering mewarnai budaya kita sehari-hari.
Ketujuh, budaya konsumtif lawan budaya produktif.
Budaya yang hanya bisa memakai, menghabiskan waktu dan uang yang tak bermanfaat, harus dilawan dengan budaya yang lebih memberikan hal-hal yang bermanfaat dalam kehidupan. Kalau sekarang kita hanya menjadi masyarakat pemakai (pemakai barang produk luar negeri, konsumen pemikiran, dan gaya hidup asing), di masa depan konstruksi budaya yang paling berat dan krusial adalah bagaimana membuat bangsa ini menjadi bangsa yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan. Tantangan pendidikan kita adalah bagaimana menjadikan generasi konsumtif berubah menjadi generasi produktif. Generasi yang tidak hanya menjadi pengguna atau konsumen, tapi menjadi produsen bagi bangsanya bahkan bagi luar negeri. Ini tidak boleh tidak memerlukan semacam revolusi kesadaran yang menuntut pendidikan sumber daya manusia yang sistematis dan terprogram.
Kedelapan budaya bersih lawan budaya sampah.
Sampah akan menjadi persoalan urban yang pelik kalau kita tidak mencari solusi yang lebih terpadu dalam pembangunan dan penataan kota di masa depan. Kita sekarang hidup dalam "masyarakat serba membuang"; beli, pakai sekali, setelah itu buang. Untuk itu kita harus menanamkan budaya bersih sejak dini dalam lingkungan keluarga, tetangga, masyarakat luas, terutama di pasar dan pertokoan, perkantoran, terminal, stasiun, pelabuhan dan lapangan terbang, jalan-jalan dan fasilitas umum harus memperhatikan masalah penanganan sampah secara serius. Budaya membuang sampah sembarangan harus mendapatkan ganjaran yang keras kalau perlu jerat hukum. Dan, kebiasaan membuang sampah pada tempat yang disediakan secara khusus sudah harus ditanamkan sejak dini hingga di masa kanak-kanak, di ruang keluarga Indonesia. Ingatlah sampah akan menjadi ancaman serius karena bukankah setiap orang menghasilkan sampah?


Kesembilan, budaya antre lawan budaya terabas.
Kebiasaan antre juga harus dikampanyekan dan dimasyarakatkan di tempat-tempat milik publik. Kita harus menjadi bangsa yang beradab, jangan asal terabas. Budaya terabas menyebabkan munculnya korupsi dan membuat kita tidak sabaran di jalan. Budaya antre menghargai keteraturan yang tidak dipaksakan, tapi tumbuh dari kesadaran penghargaan terhadap orang lain. Kita hanya mendahulukan orang tua, orang sakit, atau orang hamil. Kita harus mempraktikkan kepada anak-anak sejak dini tentang pentingnya budaya antre dalam masyarakat sibuk seperti sekarang ini.
Kesepuluh, budaya antre lawan budaya terabas.
Kita perlu berkompetisi, asal kompetisi itu sehat dan fair, karena kita ingin yang terbaiklah yang muncul sebagai pemimpin atau pemenang. Kita harus menanamkan budaya menerima kekalahan secara fair dan menghargai prestasi orang lain agar kehidupan berjalan sehat. Ini baik dalam pendidikan, juga dalam demokrasi. Kalau kita sulit membangun budaya kompetisi, kita harus mulai berpikir bagaimana membangun budaya kerja sama.





DAFTAR PUSTAKA :
www.Kemiskinan Kultural dan FGD-RK__.html
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/17/khazanah/lainnya01.html.
www. Batam Pos Gerbang Informasi Kota Batam - Kepri - Masih Adakah Kemiskinan di Kepri.html Eva Amalia SH MSi, LEAD Fellow Indonesia, Cohort XI, Alumni Pascasarjana Sosiologi, Konsentrasi Kebijakan dan Kesejahteraan Sosial, UGM.
http://www.beritabuku2.html.co.id,(Hendri/bambang/rifky/lenggo/syawaldi)
Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Menangani Kemiskinan Di Tanah Air Edi Suharti.
Dra. Asri Laksmi Riani, MS.dkk. 2005. Dasar-Dasar Kewirausahaan. Surakarta : UNS Press.

Created by :
meida_suswandari Sos_ant

Kemiskinan Subyektif

KEMISKINAN SUBYEKTIF

PENGERTIAN
Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Joseph F. Stepanek).
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Lingkungan inti yang mempengaruhi kemiskinan subyektif meliputi kesehatan, kekayaan, pengetahuan, alam, sosial, ekonomi, politik, sarana prasarana dan pelayanan.
CIRI / KARAKTERISTIK
keadaan serba kekurangan,
bahkan pada derajat tertentu hanya tergantung pada orang lain,
selalu pasrah pada kondisi dan keadaan yang ada,
serta tidak dapat memenuhi standar
CONTOH
Secara obyektif, tidak kekurangan suatu apa, tetapi dalam perasaannya ia selalu saja merasa kurang. Kemiskinan kategori pertama, kemiskinan obyektif ”(kelaparan)”. Kemiskinan kategori kedua, kemiskinan subyektif disebut dengan “(keserakahan)”.
CARA MENGUKUR
 Infrastruktur dan Pelayanan: daerah masih terisolir
 Kesehatan: persediaan air bersih
 Ekonomi : Penghasilan digunakan untuk minuman keras, berjudi, dan pelacuran.
 Pengetahuan: Tingkat pendidikan rendah.
 Lingkungan Alam: Luas dan kualitas hutan tidak dimanfaatkan sebaik mungkin.
 Lingkungan Sosial: Solidaritas untuk kegiatan gotong-royong menurun.
DAMPAK / AKIBAT
Pendapatan berkurang, Menurunnya standar dan kualitas hidup, Kurang gizi, Tidak mampu menyekolahkan anak, Banyak pengangguran dan kriminaliotas, Kurangnya lapangan pekerjaan, Meningkatnya angka kematian, khususnya pada ibu dan anak, Bersifat indvidualitas, gotong royong (gemainscaft) menurun.
SOLUSI
Mengontrol nafsu keserakahan jangan sampai mendestruksi kehidupan sosial dan keseimbangan alam.
kesadaran akan tanggungjawab spiritual dan kemanusiaannya agama-agama untuk menyingkirkan musuh utama spiritualitas dan kemanusiaan, yaitu: kemiskinan.

SOLUSI LAINNYA adalah :
Meningkatkan infrastruktur dan pelayanan
Meningkatkan pelayanan penyuluhan (hutan kemasyarakatan, pertanian, manufaktur).
Memberi lebih banyak kegiatan pengembangan kapasitas (misalnya, kursus pelatihan) bagi masyarakat.
Meningkatkan jumlah dan kualitas petugas dan fasilitas kesehatan.

Mempertahankan sistem subsidi
Melanjutkan program Askes Gakin untuk warga miskin.
Melanjutkan program beras subsidi (Raskin).
Meningkatkan lingkungan alam
Membuat dan menegakkan kerangka hukum untuk pemanfaatan sumber daya hutan yang berkelanjutan, termasuk sumber daya alam dan pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat.
Menetapkan insentif bagi upaya reboisasi.

Meningkatkan lingkungan ekonomi
Menciptakan lingkungan pendukung yang stabil untuk pembangunan ekonomi.
Menentukan upah minimum bagi karyawan perusahaan untuk mengatasi jerat utang.
Mendukung usaha kecil menengah (misalnya, melalui layanan bantuan perintisan termasuk pengurangan pajak)

Meningkatkan lingkungan sosial
 Mengidentifikasi dan berkomunikasi dengan kelompok sosial yang sesuai.
 Mendorong kerukunan sosial.
 Mendorong kolaborasi antara kelompok kepentingan setempat.

Meningkatkan lingkungan politik
Memberdayakan kampung dan kelompok yang rentan atau marginal melalui partisipasi yang lebih besar.
Membangun komunikasi dua arah yang tulus dengan warga miskin.


PRESENTED BY : meida_suswandari

RPP = faktor pendorong interaksi sosial

RENCANA PERSIAPAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Atas
Mata Pelajaran : Sosiologi
Kelas/Program/Semester : XI / IPS / I
Pokok Bahasan : Interaksi Sosial
Sub Pokok Bahasan : Faktor-Faktor Pendorong Interaksi Sosial
Alokasi waktu : 1 x 40 menit

I. STANDAR KOMPETENSI
Menganalisis nilai dan norma dalam membentuk keteraturan hidup bermasyarakat.
II. KOMPETENSI DASAR
Menganalisis interaksi sosial sebagai dasar pembentukan pola keteraturan dan dinamika sosial budaya.
III. INDIKATOR
Mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial.
IV. TUJUAN PEMBELAJARAN
Siswa dapat mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial.
V. MATERI PEMBELAJARAN
Dalam proses terjadinya interaksi sosial didasari oleh 5 faktor pendorong, yaitu:
a) Imitasi
Contoh : seorang murid yang meniru salah seorang guru yang memiliki kekhasan tertentu dalam gaya bicara.
Pembahasan : Melakukan tindakan yang sama persis yang dilakukan oleh orang lain, baik dalam bentuk gaya bicara, tingkah laku, adat dan kebiasaan, serta pola pikir. Perbuatan yang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti
Definisi : Suatu tindakan meniru orang lain.
b) Sugesti
Contoh : orang tertarik membeli kosmetik merek tertentu setelah tergiur menyaksikan iklan yang menarik perhatiannya.
Pembahasan : orang akan memberi pandangan atau reaksi atas sesuatu yang dilihatnya menarik perhatian bahkan terkadang tidak dipikirkan secara rasional.
Definisi : pengaruh batin atau emosional seseorang yang kuat dari pihak lain, sehingga kita tergerak mengikuti ajakan orang tersebut.
c) Identifikasi
Contoh : Andi sangat mengidolakan seorang pemain sepak bola Ronaldo, diapun memotong rambutnya model potongan rambut Ronaldo, melakukan aktivitas atau kegemaran yang sama dari Ronaldo, dan kepribadian lain dari Ronaldo.
Pembahasan : proses peniruan (imitasi) seseorang terhadap orang lain secara mendalam hingga pada kepribadiannnya.
Definisi : kecenderungan untuk berperilaku sama dengan pihak lain yang menjadi idolanya.
d) Simpati
Contoh : remaja yang jatuh cinta karena simpati.
Pembahasan : Orang akan merasa dirinya seolah-olah berada dalam keadaan orang lain karena ketertarikan tertentu.
Definisi : Rasa tertarik yang kuat terhadap pihak lain.
e) Empati
Contoh : kita ikut-ikutan menangis karena melihat korban tsunami di Aceh.
Pembahasan : rasa simpati yang sifatnya ikut merasakan yang dirasakan oleh orang lain.
Definisi : simpati yang mendalam dan dapat mempengaruhi kejiwaan serta fisik seseorang.

VI. METODE PEMBELAJARAN
Metode yang digunakan berupa ceramah, studi kasus, dan brainstorming (sumbang saran).
VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Kegiatan Awal (pembuka) : 5 menit.
Guru memberikan salam pembuka kemudian mengecek kehadiran siswa (presensi) siswa. Setelah itu, guru menampilkan dalam bentuk audiovisual (film dokumenter) mengenai situasi dan kondisi yang ada di Aceh pasca tsunami.
B. Kegiatan Inti (pemberian materi) : 25 menit.
Guru bersama-sama siswa menggunakan metode brain-storming (sumbang saran/curah pendapat) mengenai film tersebut. Peran guru adalah mengarahkan agar siswa aktif untuk menganalisa fenomena dalam film yang diputar. Peran siswa adalah saling bertukar pikiran atau beropini secara aktif. Hal ini juga tidak terlepas dari model pembelajaran dengan konsep memberikan contoh atau fenomena sosial terlebih dahulu, mengadakan analisa, lalu memberikan kesimpulan dalam bentuk definisi.
Antara siswa yang satu dengan siswa yang lain harus saling interaktif. Guru tidak mendominasi situasi kelas, sehingga apapun yang dikemukakan siswa, dianalisa bersama dengan tidak keluar dari konteks buku acuan ataupun materi yang sedang dipelajari. Contoh dari film dokumeter di atas dengan menampilkan sebuah contoh, kemudian guru mengarahkan siswa dalam sumbang saran, bisa dimulai dengan bagaimana perasaanmu setelah menyaksikan situasi dan kondisi Aceh pasca tsunami?. Dari sinilah, siswa dituntut aktif mengeluarkan opini mereka. Mungkin saja ada siswa yang mengatakan = perasaan sedih, saya ingin menangis, kasihan mereka dan lainnya. Dari jawaban siswa tersebut bersama dengan guru melakukan analisa bahwa contoh di atas merupakan kondisi emosional manusia satu terhadap manusia lain berupa perasaan (kejiwaan) untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami manusia klain tersebut. Maka, guru menggeneralisasikan dengan menyebutkan istilah empati kemudian membuat definisi tentang empati.
Guru menambahkan bahwa sifat empati ini, merupakan salah satu proses psikologis seseorang terhadap orang lain dalam melakukan interaksi sosial dan dalam hal ini disebut juga faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial. Kemudian guru memberikan faktor pendorong interaksi sosial yang lain, seperti imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati dengan memberi studi kasus secara lisan dan tidak lagi menampilkan film yang berkenaan dengan faktor-faktor pendorong lain dari interaksi sosial. Adapun metode pembelajarannya sama, dari memberikan contoh dalam bentuk studi kasus, menganalisa dan memberikan definisi. Setelah itu, guru memberikan kesimpulan dari materi faktor-faktor yang mendorong terjadinya interaksi sosial.
C. Kegiatan Akhir (penutup) : 10 menit.
Guru menawarkan atau memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi yang belum jelas. Jika tidak ada, guru memberikan umpan balik (pertanyaan) secara singkat pada siswa untuk mengetahui keefektifan dan keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran. Kemudian, guru memberikan tugas atau pekerjaan rumah secara individual (terlampir). Sebagai penutup, guru memberikan gambaran secara singkat mengenai materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Kemudian diakhiri dengan salam penutup.
VIII. SUMBER DAN ALAT PEMBELAJARAN
Sumber : Kun Maryati dan Juju Suryawati. Buku SMA Sosiologi kelas XI model KTSP. 2007. Jakarta : Erlangga.
Film dokumenter tentang stunami di Aceh.
Alat : Seperangkat LCD dan Laptop untuk pemutaran film serta alat tulis (spidol dan white board).
IX. EVALUASI
Mengadakan penilaian atau evalusi pada siswa dengna menggunakan penilaian:
1. Guru melihat keaktifan siswa dalam melakukan sumbang saran di kelas (aspek kognitif). Sikap dan tingkah laku yang tidak mengganggu keberlangsungan proses belajar mengajar (aspek afektif).
2. Guru memberikan tugas individu secara mandiri.
LAMPIRAN
Soal : Tugas Individu.
Buatlah kliping dari koran, majalah, internet berupa contoh-contoh lain mengenai faktor-faktor pendorong terjadinya interaksi sosial di suatu masyarakat. Minimal 2 contoh dari setiap faktor tersebut !.


Created by :
meida_suswandari Sos_ant

RPP = bentuk dan fungsi struktur sosial

RENCANA PERSIAPAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Satuan Pendidikan : Sekola Menengah Atas
Mata Pelajaran : Sosiologi
Kelas/Program/Semester : XI / IPS / I
Pokok Bahasan : Struktur sosial dan diferensiasi sosial
Sub Pokok Bahasan : Bentuk dan fungsi struktur sosial
Pertemuan ke : 3
Alokasi waktu : 1 x 40 menit

I. STANDAR KOMPETENSI
Memahami struktur serta berbagai faktor penyebab konflik dan mobilitas sosial.
II. KOMPETENSI DASAR
Mendeskripsikan bentuk-bentuk struktur sosial dalam fenomena kehidupan.
III. INDIKATOR
Menjelaskan fungsi dan bentuk struktur sosial.
IV. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Siswa dapat menjelaskan fungsi dan bentuk struktur sosial.
V. MATERI PEMBELAJARAN
A. Bentuk Struktur Sosial
Contoh : bentuk stratifikasi sosial dalam masyarakat secara umum, jika dilihat dari faktor ekonomi terdiri atas :
1. Masyarakat yang memiliki ekonomi rendah (pemulung dan tukang becak).
2. Masyarakat ekonomi sedang (pedagang dan karyawan kantor).
3. Masyarakat ekonomi tinggi (pejabat tinggi)
Pembahasan / analisa : Kehidupan suatu masyarakat terdiri dari beberapa tingkatan atau jenjang jika dipandang secara umum berdasar faktor ekonomi.
Definisi : Bentuk struktur sosial secara umum adalah penggambaran mengenai bentuk-bentuk kehidupan masyarakat yang dikelompokan berdasarkan tingkatan tertentu yang sifatnya strata (berjenjang). Oleh Nasikun disebut dengan bentuk stuktur sosial secara vertikal. Sedangkan bentuk struktur sosial secara horisontal memiliki pengertian tidak ada pembedaan yang berjenjang antara yang satu dengan yang lainnya dan biasanya disebut dengan istilah diferensiasi sosial.
Menurut Peter M.Blau membagi bentuk struktur sosial menjadi dua, yaitu :
1. Interesced Social Structure.
Contoh : . anggota suatu kelompok ada yang berasal dari ras kulit putih (ras kaukasoid), ras kulit hitam (ras negroid), suku Batak, suku Minahasa, suku Asmat, suku Sunda, agama Kristen, agama Islam, agama Budha, agama Hindu, agama Kong Hu Chu, dan agama Katolik.
Pembahasan / analisa: pembentukan struktur sosial dalam suatu kelompok sosial berdasar latar belakang ras, suku bangsa dan agama yang berbeda.
Definisi : Interesced Social Structure adalah sebuah struktur sosial jika keanggotaannya dalam kelompok-kelompok sosial bersifat menyilang (interseksi), dimana keanggotaan dalam kelompok tersebut memiliki latar belakang yang berbeda.
2. Consolidated Social Structure.
Contoh :. Anggota kelompok yang berasal hanya dari satu agama yang sama, misalnya dalam agama Islam terjadi perserikatan bersama dari warga Muhamadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) untuk menjalin satu keasatuan dalam sebuah kelompok sosial yaitu organisasi keislaman.
Pembahasan / analisa : keanggotaan dalam suatu kelompok sosial yang berasal dari satu latar belakang atau persamaan identitas.
Definisi : Consolidated Social Structure adalah sebuah struktur sosial jika terjadi parameter (tolok ukur) karena berasal dari satu karakteristik atau latar belakang yang sama.
B. Fungsi Struktur Sosial
Contoh : Dalam kehidupan masyarakat yang berjenjang dengan nilai, norma, dan aturannya masing-masing, tidak bisa terlepas dari sebuah konflik dan perbedaan. Bagi mereka yang memiliki status tinggi atau boleh dikatakan lebih baik akan merasa sombong diri dengan identitas yang melekatnya tersebut. Sehingga akan berakibat terjadi ketimpangan atau kecemburuan sosial dengan mereka kaum yang tidak memiliki status sosial tinggi. Atas dasar latar belakang yang berbeda-beda baik dari agama, ras, suku bangsa, dan adat, mereka saling mengunggulkan golongan mereka. Maka konflik dan perpecahan pun tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan perbedaan tersebut, pembagian struktur yang ada di masyarakat harus diminimalisir melalui pembentukan suatu kelompok sosial, dimana hal yang terpenting dari pembentukan kelompok sosial tersebut adalah dengan tidak membandingkan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Pembahasan / analisa : Masyarakat memiliki karakteristik individu yang berbeda-beda. Satu sama lainnya memiliki perbedaan prinsip, nilai, norma, pandangan, ide, aturan, ataupun tingkah laku yang berlainan. Untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan struktur sosial yang ada di masyarakat adalah dengan mematuhi ketentuan yang telah berlaku secara umum dalam masyarakat tersebut. Sehingga diharapkan tercipta suasana yang tertib sosial dan terhindar dari konflik antar ras, agama, suku bangsa dan adat istiadat.
Definisi :
1. Sebagai pengawas sosial (sebagai penekanan kemungkinan pelanggaran terhadap nilai, norma dan peraturan kelompok atau masyarakat).
2. Sebagai dasar menanamkan disiplin sosial kelompok atau masyarakat karena berasal dari kelompok atau masyarakat itu sendiri.

VI. METODE PEMBELAJARAN
Metode yang digunakan berupa ceramah dan tanya jawab.

VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Kegiatan Awal (pembuka) : 5 menit.
1. Salam pembuka
2. Mengecek kehadiran siswa (presensi) siswa.
3. Mengadakan pre-test berupa tanya jawab mengenai materi pertemuan kemarin tentang pengertian dan ciri-ciri struktur sosial.
B. Kegiatan Inti (pemberian materi) : 25 menit.
1. Melanjutkan materi mengenai bentuk dan fungsi struktur sosial yang ada di masyarakat dengan terlebih dahulu memberikan penjelasan materi bentuk struktur sosial.
2. Memberikan penjelasan bentuk struktur sosial berupa contoh-contoh daripada bentuk struktur sosial yang ada di masyarakat.
3. Menganalisa contoh-contoh bentuk struktur sosial.
4. Melakukan generalisasi mengenai bentuk-bentuk struktur sosial.
5. Pengembangan materi dengan menyebutkan contoh-contoh dari fungsi struktur sosial.
6. Membahas / menganalisa contoh dari fungsi struktur sosial.
7. Menggeneralisasikan fungsi struktur sosial.
8. Menyimpulkan pembicaraan mengenai bentuk dan fungsi struktur sosial.
C. Kegiatan Akhir (penutup) : 10 menit.
1. Memberikan kesempatan bertanya kepada siswa mengenai materi yang belum jelas / paham.
2. Memberikan tugas atau pekerjaan rumah.
3. Memberikan gambaran secara singkat mengenai materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
4. Salam penutup.

VIII. SUMBER DAN ALAT PEMBELAJARAN
Sumber : Kun Maryati dan Juju Suryawati. Buku SMA Sosiologi kelas XI model KTSP. 2007. Jakarta : Erlangga.
Alat : Alat tulis dan OHP.

IX. EVALUASI
Mengadakan penilaian atau evalusi pada siswa dengna menggunakan penilaian:
1. Pre-test
2. Keaktifan siswa dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa.
3. Tugas individu.



LAMPIRAN

Soal : Pre-test.
1. Jelaskan pengertian dan ciri-ciri status dan peran dalam masyarakat ?
2. Bagaimana membedakan antara status dan peran sosial ?.

Soal : Tugas Individu.
Berikan gambaran (berupa contoh-contoh dan penjelasan) tentang bentuk dan fungsi struktur sosial yang ada dilingkungan sekitarmu dengan mengambil dari literatur internet maupun koran (majalah) dan dibuat kliping !.

Jumat, 13 Februari 2009

KEPRIWE BAHASA BANYUMASE KIYE YA ??!?!?!

NO BAHASA BANYUMAS BAHASA INDONESIA
1 Aba Perintah
2 Abab Tiupan nafas, dengus
3 Aban-aban Suara
4 Abanè Seperti, lagaknya
5 Abang Merah
6 Aben, saben Setiap:setiap kali
7 Abid Seni atau acrobat obor
8 Abir Pisau untuk membabat rumput
9 Ablag-ablag Terbuka lebar
10 Abong Keterlaluan
11 Abot Berat
12 Abrag-abrag Barang-barang
13 Abreg Sejumlah, stumpuk
14 Acak-acak Gerayang
15 Acak-icik Bermain air, mondar-mandir di tanah, becek
16 Acan-acan Sama sekali tidak
17 Acar Ambil ancang-ancang
18 Aceng Ereksi
19 Aci Kanji:tapioca
20 Acum Tersipu-sipu; malu
21 Acung Mengangkat tangan
22 Ada-ada Ide, gagasan awal, usul
23 Adab Sopan santun
24 Adan Azan
25 Adang Menanak nasi
26 Adas Bahan ramuan jamu
27 Adat Kebiasaan, kelakuan, tradisi
28 Adeg Berdiri
29 Adhag-udhug Bunyi sepeda motor
30 Adhang Menunggu di jalan, hadang
31 Adhem Dingin
32 Anyes Dingin dan lembab
33 Adhep Hadap (ke selatan, utara, barat, timur)
34 Adhi Adik
35 Adhug Banyak sekali
36 Adhuh Aduh (seruan sakit)
37 Adhul-adhul Membuat berantakan
38 Adil Berdiri di tengah
39 Adoh Jauh
40 Adol Adol
41 Adon Adon
42 Adreng Adreng
43 Adu Tarung
44 Adu-adu Menghasut
45 Adus Mandi
46 Aèng Mustahil
47 Agag Membuat ancang-ancang
48 Agan Persediaan
49 Aganu Dahulu
50 Agè-agè Segera, cepat-cepat
51 Agèh, magrèh Ayo, mari
52 Agem Memakai
53 Ageng Besar
54 Agep Hendak
55 Ager-ager Agar-agar
56 Aget-aget Ujungnya bergerak turun naik
57 Agi Sedang
58 Agir Telentang
59 Agor Perubahan suara menginjak dewasa
60 Agrak-egrek Jalannya tak lancer
61 Agrak-ogrok Menyogok sesuatu dalam lubang berkali-kali
62 Agrèh, magrèh Mari; ayo
63 Ahad Hari ahad
64 Ail Rasa lelah pada leher
65 Aja Jangan, tidak boleh, dilarang
66 Ajad-ujud Maju-mundur
67 Ajag Asu, anjing hutan
68 Ajal Mati
69 Ajang Piring makan, tempat, medan
70 Ajar Belajar
71 Ajas-ujus Tak tahu malu
72 Ajeg Tetap, tak berubah
73 Ajèk Mengajak
74 Ajèn Dihormati
75 Ajeng Mau, hendak
76 Ajèr Larut
77 Aji Berharga
78 Ajog Menyesal
79 Ajok Diajukan
80 Ajur Hancur
81 Akad Ucapan penyerahan (akad-nikah, misalnya)
82 Akal Cara, curang
83 Akas Keras
84 Akèh Banyak
85 Akèn Menyuruh
86 Akik Batu cincin
87 Akil Baleg-dewasa
88 Aklak-oklok Longgar karena rusak
89 Akon Berpura-pura
90 Aku Mengaku, saya
91 Ala Jelek
92 Alah Jangan seperti itu
93 Alak-aluk Suka meminta
94 Alam-alaman Tukar pengalaman
95 Alam-mualam Entah berantah
96 Alang Haling, rintangan
97 Alang-aling Menyelidik
98 Alang-ujur Hal yang sebenarnya; orang ngreti 9tidak tahu yang sebenarnya)
99 Alap Mengambil
100 Alas Hutan
101 Alat Perkakas
102 Alem Ng-memuji
103 Ali-ali Cincin
104 Alih Ng-pindah
105 Alik Olak-bolak-balik
106 Aling-aling Sekat, penghalang pandang
107 Alis Alis
108 Alit Kecil
109 Alon Pelan
110 A lot Sulit diputuskan
111 Alu Antan
112 Alum Layu
113 Alur Aliran
114 Alus Halus
115 Aluwung Lebih baik
116 Amba Luas, lebar
117 Ambah Rambah; ng-menginjak
118 Ambal Trap, tataran
119 Ambar Serbak, wangi (harum0
120 Ambek Bernafas
121 Amben Saban, setiap
122 Ambèn Balai-balai dari bmambu, tempat tidur
123 Ambeng Hidangan
124 Ambet Bau
125 Amblas Hilang
126 Ambles Masuk ke dalam tanah
127 Ambring Berhamburan
128 Ambruk Roboh, runtuh
129 Ambrung Banyak berterbangan
130 Ambon Nama jenis pisang
131 Ambu Bau, aroma
132 Ambyar Berantakan, hancur
133 Amed Makan
134 Amer Martil, palu
135 Amis Anyir
136 Amit-amit Jabang bayi-jangan samapai terjadi
137 Amleng Sunyi, sepi
138 Amoh Lunak, rapuh
139 Ampad Ditebas
140 Ampai-ampai Kumbang tanduk
141 Ampang Hambar, tawar
142 Ampar Menyambar-nyambar
143 Ampas Kelapa parut
144 Ampeg Bengek, asma
145 Ampel Nama sejenis bambu
146 Amper Hamper
147 Ampet Menahan keingginan
148 Ampil Ng-pinjam
149 Amprah-imprih Mondar-mandir
150 Amprat-emprèt Berceceran
151 Ampreng Ng-samper, singgah untuk mengajak
152 Ampun Minta maaf
153 Ampura Memberi maaf
154 Amput Dudu-bukan bandingannya
155 Ampyang Kerupuk beras ketan
156 Amrih, pamrih Kepentingan , keperluan
157 Amuk Memukul, merusak
158 Amuk-amuk Mengunyah dengan mulut penuh
159 Ana Ada
160 Anab Menanak kembali nasi yang sudah dingin
161 Anak Anak
162 Ananging Tetapi
163 Ancab Pukul, hantam
164 Ancam Mengancam
165 Ancan Tenggang waktu
166 Ancas Maksud, tujuan
167 Anceng Hidangan, sediaan
168 Ancep Hujam
169 Ancer-ancer Batas
170 Ancik-ancik Berpijak pada
171 Ancur Hancur
172 Andang-andang Apa lagi
173 Andel Percaya
174 Ander-ander Tiang
175 Andha Tangga
176 Andhak-undhuk Berjalan hilir mudik dan sembunyi-sembunyi.
177 Andhan-anhan Rambute
178 Andhap-asor Sopan antun
179 Andheg Berhenti
180 Andheng-andheng Tahi lalat
181 Andhèr Berderet
182 Andhing wingi Kemarin dulu
183 Andhong Delman
184 Andon Hanya sekedar
185 Andon ipe Adik ipar
186 Andul-andul Tinggi melentur
187 Andum Membagi-bagikan
188 Andut-andut Empuk, melentur
189 Angas Beringas, sangar
190 Angah-ingih Tak tahu malu
191 Angas-ingis Suka mencari muka
192 Angen Angan-membayangkan
193 Anggah-ungguh Susila, etika
194 Anggang-anggang Laba-laba air
195 Anggang-onggong Goyang kedepan dan kebelakang
196 Anggèn Bolehnya
197 Anggep Anggap-menganggap
198 Angger Jikalau
199 Anggi Khawatir
200 Anggit Mengarang

Sosiologi Mortalitas isine opo wae ???

KONSEP SOSIOLOGI MORTALITAS
Menurut WHO dan United Nations, definisi mati adalah keadaan menghilangkan semua tanda-tanda kehidupan secara permanent yang bias terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Ada 3 konsep mati, yaitu :
1. lahir hidup (live birth) adalah peristiwa keluarnya hasil konsepsi dari rahim seorng ibu secara lengkap tanpa memandang lamanya kehamilan dan setelah perpisahan tersbut terjadi, hasil konsepsi bernafas dan mempunyai tanda-tanda hidup lainnya, seperti denyut jantung, denyut tali pusat atau gerakan-gerakan otot tanpa memandang apakah tali pusat sudah terpotong atau belum.
2. Lahi mati (fetal death) adalah peristiwa menghilangkan tanda-tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut dikeluarkan dari rahim ibunya.
3. Mati (death)
Mortal dapat mati; mematkan; meng. maut; fana.
Mortality kematian, mortalitas
Mortality angka kematian.
Mortality kemungkinan kematian
Mortalitas, bersifat mengurangi jumlah penduduk.
Jadi, sosiologi mortalitas adalah salah satu materi sosiologi demografi yang membahas keterkaitan antara variable social dengan mortalitas (angka kematian) yang bersifat mengurangi jumlah penduduk.
STUDI SOSIOLOGI MORTALITAS
Studi mortalitas dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh secara langsung dari penduduk, yaitu melalui catatan-catatan kematian yang ada di badan -badan pengelola kesehatan atau badan pemerintah. Tetapi, data seperti ini sangat langka diperoleh serta masih memiliki kekurangan kelengkapan dan kecermatan data. Kesalahan yang paling sering terjadi adalah kesalahan dalam pelaporan umur anak ketika meninggal adalah kecenderungan ibu untuk melaporkan kematian anak tidak sesuai dengan aturan survey.
Tetapi perlu diperhatikan bahwa walaupun kesalahan pelaporan umur ketika meninggal mungkin mempengaruhi hasil perhitungan estimasi kematian bayi dan anak, suatu studi simulasi menggunakan data DHS menunjukkan bahwa kesalahan tersebut hanya akan mempengaruhi hasil perhitungan sebesar kurang dari 5 persen. Karena kekurangan – kekurangan tersebutlah maka tidak mengherankan studi mortalitas selama ini menggunakan metode perkiraan tidak langsung seperti metode Brass, Sullivan, Trussell, Preston, Palloni dan lainnya.
Metode tidak langsung merupakan suatu cara yang ditempuh untuk menanggulangi keterbatasan kelengkapan data tadi dengan menggunakan berbagai asumsi. Kelengkapan penggunaan asumsi merupakan tuntutan utama dari pemakaian metode estimasi mortalitas. Mungkin, karena alasan – alasan inilah maka kebanyakan studi mortalitas di Indonesia masih terbatas pada pembahasan metode estimasinya.
Angka kematian Bayi dan Anak, khususnya bayi merupakan indikator yang penting untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat tinggal orang tua si bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial – ekonomi orang tua si bayi. Angka kematian bayi dan anak disamping berguna untuk memantau dan mengevaluasi keberhasilan program di bidang kesehatan, juga dapat digunakan sebagai pengukur situasi demografi dan sebagai masukan dalam perhitungan proyeksi penduduk. Selain itu, angka kematian bayi juga dipakai untuk mengidentifikasi kelompok penduduk yang mempunyai resiko kematian tinggi.
KAJIAN SOSIOLOGI MORTALITAS
Thanatologi adalah ilmu jaman Yunani yang mempelajari tentang proses mati dan kematian (death and dying).
1. Batasan Kematian
Batasan Kematian dari beberapa dimensi
1) Kematian Sosiologis (Social Death)
Social deaht is based on another’s failure to recognise a person being among the living.
2) Psychological Death
a) Refers to a state where self awareness is absent, or when people are confused, disoriented, and only denily aware of what is going on around them.
b) State where individual no longer corside themselves to be living people (depersonalization)
2. Perspektif Kematian
1) Biologis
Genetic biologis merupakan kunci program semua kehidupan organisme sampai kematian. Female cenderung hidup lebih lama dibanding male setiap spesies. (Shock, 1977)
2) Sosiologis
Proses mati dan kematian tidak sama yang ditinjau aspek biologis. Melainkan proses mati dan kematian tergantung pada relasi seseorang dalam kehidupan sesama.
Kematian berdampak pada persepsi individu yang berbeda-beda. Sebagian memandang kematian dianggap senagai peristiwa yang sangat penting dan menakutkan, individu memandang kematian sebagai proses alami belaka. Perbedaan persepsi ini mengakibatkan sikap dan perilaku yang berbeda setiap individu dalam menghadapi kematian. Manusia senagai makhluk sosial-budaya, menyikapi kematian hanya menjadi mementum singkat peralihan dari dunia fisik ke dunia metafisika. Setelah mati secara fisiologis, manusia memasuki hidup tanpa materi, yaitu kehidupan roh.
Sosiologis Kematian
Sosiologi kematian akan mengintegrasikan banyak segi yang berhubungan dengan kematian dan masyarakat. Sehingg diharapkan dapat memecahkan dilema tentang sistem mati dalam masyarakat, yang berbeda dan bervariasi kebudayaan. Dengan mengkaji kepercayaan, sikap dan perilaku proses mati dari macam-macam kebudayaan ahli-ahli antropologi berusaha emunculkan dimensi-dimensi umum tentang kematian. Kepercayaan dan sikap masyarakat berpengaruh pada proses kematian. Proses mati dan kematian menjadi kategori budaya universal, tetapi ritual kematian beraneka ragam. Perilaku kematian bertujuan untuk memelihara keberaturan dan kesinambungan sosial.
Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas).
Faktor pendukung kematian (pro mortalitas)
Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah:
- Sarana kesehatan yang kurang memadai.
- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
- Terjadinya berbagai bencana alam
- Terjadinya peperangan
- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri
- Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.
Faktor penghambat kematian (anti mortalitas)
Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah:
- Lingkungan hidup sehat.
- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.
- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain.
- Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.
- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk.
Ketidaksamaan sosial dan Kematian
Ketidaksamaan sosial (social inequality) dapat ditemukan dalam masyarakat, yaitu diferensiasi dan stratifikasi sosial, dengan beraneka ragam. Ketidaksamaan sosial dibentuk dari komponen ekonomi, pekerjaan, prestise, kewenangan lebih dari itu, ketidaksamaan sosial memberikan konsekuensi sikap tindak, dan kualitas (fisik & psikologis) yang berkembang tumbuhnya jurang pemisah (gap) antara golongan sosial atas-bawah.
Perbedaan mortalitas antar golongan kaya dan miskin, angka kematian golongan miskin lebih tinggi dibanding golongan kaya. Demikian pula status sosial berpengaruh terhadap angka kematian. Kecenderungan menunjukkan, terdapat hubungan terbalik antar status sosial dengan angka kematian. Tetapi perlu dicermati secara kritis, bahwa variabel sosial bukan variabel determinan langsung terhadap mortalitas. Dalam hal ini, variabel sosial memberi dampak kondisional individu yang dapat menaikkan atau menurunkan mortalitas. Kematian orang miskin, tidak disebabkan variabel kematian, tetapi karena orang miskin kurang makan. Demikian pula, hendaknya mortalitas bagi status sosial atas dipengaruhi langsung oleh tingginya tingkat kebutuhan hidup.
UKURAN MORTALITAS
Ukuran mortalitas yang paling umum adalah angka kematian kasar (AKK). Angka kematian kasar dipengaruhi oleh komposisi penduduk menurut umur. Untuk kondisi Indonesia dengan struktur umur penduduk relatif muda, angka kematian kasar banyak dipengaruhi oleh tingkat kematian anak, terutama yang berumur dibawah 1 tahun. Angka Kematian Kasar ialah jumlah kematian pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun tersebut.
Ada beberapa jenis perhitungan angka kelahiran yaitu:
1. Angka kematian kasar (Crude Death Rate = CDR)
Angka kematian kasar yaitu angka yang menunjukkan jumlah kematian tiap 1000 penduduk tiap tahun tanpa membedakan usia dan jenis kelamin tertentu.
Rumusnya:

Contoh soal:
Jumlah penduduk Jakarta pertengahan tahun 2000 berjumlah 11.000.000 orang. Pada tahun tersebut terdapat kematian 200.000 orang.
Hitung berapa angka kematian kasarnya!
Penyelesaian soal:

CDR 18 artinya tiap 1000 penduduk terdapat kematian 18 jiwa dalam waktu satu tahun.
Penggolongan angka kematian kasar adalah:
- Rendah, jika angka kematian 9 – 13.
- Sedang, jika angka kematian 14 – 18.
- Tinggi, jika angka kematian lebih dari 18.
2. Angka kematian khusus menurut umur tertentu
(Age Specific Death Rate = ASDR)
Angka ini dapat digunakan untuk mengetahui kelompok-kelompok usia manakah yang paling banyak terdapat kematian. Umumnya pada kelompok usia tua atau usia lanjut angka ini tinggi, sedangkan pada kelompok usia muda jauh lebih rendah.
Rumusnya:

3. Angka kematian bayi (Infant Mortality Rate = IMR)
Angka kematian bayi adalah angka yang menunjukkan jumlah kematian bayi tiap seribu bayi yang lahir.
Bayi adalah kelompok orang yang berusia 0-1 tahun.
Rumusnya:

Besarnya angka kematian bayi dapat dijadikan petunjuk atau indikator tingkat kesehatan dan kesejahteraan penduduk. Pada umumnya bila masyarakat memiliki tingkat kesehatan yang rendah maka tingkat kematian bayi tinggi.
Selain perhitungan di atas sering dihitung pula angka kematian ibu waktu melahirkan dan angka kematian bayi baru lahir.
Untuk angka kematian bayi ukurannya sebagai berikut:
- Rendah, jika IMR antara 15-35.
- Sedang, jika IMR antara 36-75.
- Tinggi, jika IMR antara 76-125.



Created by : Meida-Suswandari Sos-Ant
From; berbagai sumber

FILOGENI SEBAGAI TEROBOSAN EVOLUSI, KEPUNAHAN MASSAL DAN PERGESERAN BENUA

Filogeni dalam arti secara luas merupakan urutan yang mengisahkan peristiwa utama dalam sejarah kehidupan fosil. Evousi pada skala yang besar mencakup asal mula rahang vertebrata dan postur tegak manusia, tren evolusi seperti peningkatan ukuran otak pada mamalia, ledakan diversifikasi (penyebaran) kelompok organisme dalam beberapa terobosan evolusi, dan kepunahan massal yang membuka jalan untuk proses adaptasi pada proses mamalia 65 juta tahun yang lalu.
Fosil yang dipelajari dalam filogeni merupakan sisa-sisa atau jejak dari organisme yang hidup di masa lampau dalam dokumen historis biologi. Hal ini dipelajari oleh ahli Paleontology untuk mengumpulkan dan menginterprestasikan fosil.
Jika berbicara tentang fosil, dalam pikiran kita maka akan mengarah kepada, apa itu fosil dan dari mana asal fosil tersebut?. Batuan sediment merupakan salah satu bentuk fosil. Batuan sediment (endapan) terbentuk dari lapisan mineral yang mengendap dan memisahkan diri dari air. Sedangkan keberadaan pasir dan endapan lumpur yang sudah lapuk dan sudah terjadi erosi dari tanah dibawa oleh sungai ke laut atau ke rawa, dimana partikel-partikel tersebut akan mengendap ke bagian dasar. Sedimen akan menumpuk dan menekan endapan yang lebih tua dibawahnya menjadi batu, jika pasir akan menjdi batu pasir dan lumpur akan menjadi serpihan. Ketika bentuk kehidupan organisme darat yang terbawa ke laut dan rawa itu mati, maka akan bersama-sama mengendap dengan sediment tadi. Sebagian kecil dari mereka kemudian terawetkan dan menjadilah fosil. Di lokasi manapun proses sedimentasi ini tidak berlangsung terus menerus tapi secara bertahap dan berkala yaitu pada saat permukaan laut berubah atau ketika danau dan rawa mongering dan terisi kembali oleh air.
Ahli Paleontologi telah berhasil menggali kerangka dinosaurus yang hamper sempurna yang terdiri dari tengkorak, fragmen tulang, atau geligi. Dalm fosil tersebut, kadang dapat ditemukan di daerah dengan lapisan tipis yang tertekan oleh pasir dan serpihan misalkan saja penemuan daun tumbuhan yang berumur jutaan tahun yang lalu yang masih hijau karena mengandung klorofil dan terawetkan dengan baik sehingga komposisi bahan organiknya masih bisa dianalisis dan struktur ultra selnya dapat diamati dengan mikroskop electron.
Ada juga penemuan fosil yang lebih menarik, yaitu fosil jejak yang terbentuk dari jejak kaki sarang lebah hewan atau cetakan lain yang tertinggal dalam sediment oleh aktivitas hewan. Hal ini nampak pada bekas jejak kaki dinoaurus yang memberikan petunjuk mengenai pergerakan tungkai, langkah dan kecepatannya.
Selain itu, para ahli Paleontology tidak hanya berkutik sampai dengan menemukan fosil, tapi juga meneliti tentang penentuan umur fosil tersebut. Ada dua sifat penentuan umur, yaitu : penentuan umur secara relative dan penentuan umur secara absolute.
1. Penentuan umur secara relative.
Dalam penemuan fosil dari penggalian tanah akan terdapat lapisan batuan dengan celah secara berurutan. Daerah tersebut mungkin telah berada di atas permukaan laut selama periode waktu yang berbeda, sehingga tidak ada sedimentasi yang terbentuk. Sebagian dari lapisan sediment yang telah tertimbun ketika daerah itu sudah terendam air mungkin telah terbuang akibat erosi yang terjadi pada periode berikutnya.
Yang menjadi patokan oleh ahli geologi adalah dengan skala waktu geologis, yang meliputi 4 zaman (era), diantaranya : prakambium, paleozoikum, mesozoikum dan senozoikum. Masing-masing zaman mewakili masa yang berbeda dari sejarah bumi dan kehidupannya dengan area perbatasan ditandai oleh catatan fosil melalui radiasi eksplosif dengan bentuk kehidupan baru.
ZAMAN (ERA) MASA
(PERIOD) KURUN WAKTU UMUR JUTAAN TAHUN SILAM PERISTIWA PENTING DALAM SEJARAH KEHIDUPAN
Senozoikum (Cenozoic) Kuaterner (quaternary) Baru-baru ini 0,01 Waktu sejarah
Tersier (tertiary) Pleistosen (pleistocene) 1,8 Zaman es, munculnya manusia
Pliosen (Pliocene) 5 Munculnya nenek moyang manusia yang mirip kera
Miosen (Miocene) 23 Penyebaran hewan dan angiosperma berlanjut terus.
Oligosen (Oligocene) 35 Kemunculan banyak kelompok primate termasuk kera.
Eosen (Eocene) 57 Dominasi angiosperma meningkat, kemunculan sebagian besar ortdo mamalia modern.
Paleosen (Paleocene) 65 Radiasi utama mamalia, burung dan serangga penyerbuk.
Kretaseus (cretaceous) 145 Tumbuhan berbunga (angiosperma) muncul, banyak kelompok oragnisme, sebagian besar keturunan dinosaurus, menjadi punah pada akhir periode ini yaitu pada masa kretaseus.
Jura (Jurassic) 208 Tumbuhan gimnosperma masih dominant, dinosaurus masih dominant.
Trias (Triassic) 245 Tumbuhan gimnosperma mendominasi daratan, radiasai dinosaurus, mamalia awal dan burung-burung.
Mesozoikum (Mesozoic) Permium (Permian) 290 Kepunahan banyak organisme laut dan darat, radiasi reptilian yang mirip mamalia dan sebagian besar ordo modern serangga.
Karbonifarus (Carboniferous) 300 Hutan yang luas dengan tumbuhan vaskuler, tumbuhan berbiji pertama, kemunculan reptilian, amphibi dominan.
Devon (Devonian) 400 Diversifikasi ikan bertulang, amphibian dan serangga pertama.
Silur (Silurian) 430 Diversifikasi ikan berahang, ikan berahang pertama, kolonisasi daratan oleh tumbuhan vaskuler dan artropoda.
Ordovisium (Ordovician) 510 Kemunculan tumbuhan, alga laut berlimpah.
Kambrium (Cambian) 570 Asal mula sebagian besar filum hewan modern (ledakan pada masa prakambrium)
Prakambrium (Precambrian) 610




700
1700
2500

3500

4600

Beraneka ragam hewan invertebrate berbadan lunak, vertebrata pertama dan beraneka ragam alga.
Fosil hewan tertua
Fosil eukariota tertua
Oksigen mulai menumpuk di atmosfer
Fosil tertua yang diketahui (prokariota)
Perkiraan waktu permulaan bumi


2. Penentuan umur secara abolut.
Dalam penentuan umur ini, umur dinyatakan dalam tahun seperti dalam istilah pentuan umur secara relative. Penentuan umur absolute dengan menggunakan penentuan umur radiometrik dapat ditemukan pada asam amino dalam dua isomer, baik dengan simetri kiri maupun kanan, yang masing-masing diberikan symbol L atau D. Organisme hanya mensintesis asam amino L yang digabungkan dengan molekul protein. Akan tetapi setelah organisme mati, populasi asam amino simetri kirinya (bentuk L) secara perlahan-lahan diubah yang mengakibatkan suatu percampuran asam amino bentul L dan D. Pada suatu fosil asam amino L dan D dapat diukur.
Dengan mengetahui keberlangsungan laju konversi kimia yang disebut rasemisasi,kita dapat menentukan berapa lama organisme tersebut telah mati. Hal ini dapat dicontohkan oleh para ahli arkeologi dalam menentukan umur cangkang telur telur burung unta purba. Manusia mungkin memakan telur itu dan menggunakan cangkangnya untuk wadah air. Rasemisasi berbeda dari peluruhan radioaktif, sangat sensitive terhadap suhu yang berarti perubahan masa lalu dalam cuaca membuat jam rasemisasi berputar lebih cepat atau lambat. Akan tetapi fosil yang ditemukan pada lokasi dimana iklim belum berubah secara signifikan sejak pembentukan fosil tersebut, kedua jenis metode penentuan umur tersebut sangat sesuai satu sama lain dalam menentukan umur fosil.
Penemuan suatu fosil adalah puncak dari serangkaian yang terjadi secara tidak bersamaan. Hal ini dipengaruhi oleh organisme yang harus mati pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat dengan kondisi penguburan yang memungkinkan terjadinya pembentukan fosil. Berikutnya lapisan batu yang mengadung fosil itu harus menghindari proses geologis yang akan mengahancurkan atau paling tidak megubah bentuk batuan seperti erosi, tekanan dari strata yang saling berhimpitan atau pelelehan batuan yang terjadi pada beberapa lokasi. Jika fosil tersebut telah terawetkan hanya ada sedikit peluang bagi peristiwa seperti sungai-sungai memotong ngarai.
Urutan strata sediment menentukan kita kira-kira berapa tahun silam terjadinya perubahan.pada lapisan batuan tersebut. Akan tetapi dari perubahan tersebut menyebabkan perubahan yang lain seperti terjadinya pergeseran pada bumi (jika perubahan terjadi dalam skala besar).
Evolusi dalam ilmu biogeografis yang berperan disini adalah Darwin dan Wallace. Dalam sejarah bumi telah membentu proses sebaran spesies. Sebagai contoh dengan adanya kemunculan pulau-pulau vulkanik seperti kepulauan Galapagos yang membuka lingkungan baru bagi pendiri untuk mencapai tempat itu dan pnyebaran adatif dalam menghasilkan spesies baru. Dalam skala luas, pergeseran benua merupakan factor geografi utama yang berhubungan dengan persebaran spasial kehidupan dan peristiwa evolusi seperti kepunahan massal dan peningkatan eksplosif keanekaragaman biologis.
Sekitar 250 juta tahun silam yang mendekati akhir zaman paleozoikum pergeseran lempengan mengumpulkan semua masa daratan menajdi satu benua raksasa yang dinamai “Pangaea” yang berart semua daratan. Spesies yang telah berkembang dalam keadaan daan terisolasi dengan yang lain dan bersaing satu sama lain. Ketika masa daratan bergabung, jumlah total garis pantai menjadi berkurang dan ada bukti-bukti bahwa kedalaman laut bertambah, sehingga menurunkan tinggi permukaan air laut dan mengeringkan pantai laut yang dangkal. Dan seperti sekarang, sebagian besar spesies laut menempati air yang dangkal dan pembentukan Pangaea mengancurkan banyak habitat.
Dalam pergeseran benua dapat menjelaskan banyak penyebaran organisme seperti flaura dan fauna Australia. Marsupial (mamalia berkantung) yang sangat berperan dalam ekologis di Australia yang memiliki kemiripan dengan marsupial di benua lainnya. Hewan marsupial mungkin berkembang pertama kali di tempat yang saat ini menjadi sarang marsupial yaitu di Amerika Utara dan mencapai Australia melalui Amreka selatan dan Antartika ketika kedua benua itu menyatu.
Yang terjadi dalam sejarah kehidupan spesies juga diikuti oleh proses radiasi adaptif oleh spesies yang selamat. Zona adaptif adalah kumpulan kondisi hidup yang sumber daya baru memberika banyak kesempatan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan. Sebagai contoh evolusi sayap memberikan banyak kemungkinan baru bagi serangga seperti bergerak cepat ke puncak pohon, pulau serta daerah pencarian zona adaptif yang akan menghasilkan ribuan keanekaragaman pola yang membangun dasar tubuh serangga.
Disisi lain zona adaptif yang kosong (tidak berhasil) mungkin masih ada, bahkan dimanfaat dalam pembentukan struktur baru akibat evolusi. Sebagai contoh serangga yang terbang sudah hidup paling tidak 100 juta tahun sebelum reptilian dan burung terbang yang memakan serangga itu berevolusi. Sebaliknya suatu kemunculan struktur baru akibat evolusi tidak memberikan organisme kemampuan untuk memanfaatkan zona adaptif yang tidak ada atau yang sudah ditempati sebelumnya. Mamalia dengan banyak ciri khas yang unik pada kelasnya, udah ada paling tidak 75 juta tahun sebelum radisi adaptif utamanya yang pertama.
Munculnya keanekaragaman mamalia selama awal zaman Senozoikum dikaitkan dengan pembentukan zona adaptif setelah kepunahan sebagian besar keturunandinosaurus. Radiasi adaptif baru dapat menyusul kepunahan massal yang menyapu bersih penghuni lama zona adaptif tersebut. Radiasi adaptif tidak semata-mata mengisi zona adaptif lama tetapi juga merubah lingkungan yang menyebabkan kepunahan massal yang akan menciptakan spesies dan kehidupan yang baru.

CONTOH GARIS BESAR PENEMUAN FOSIL
A. FILOGENI HEXAPODA
• Serangga termasuk pada kelas Hexapoda dan filum Artropoda.
• Data mengenai filogeni hexapoda terutama terdapat dalam catatan fosil dan dalam penelitian-penelitian perbandingan serangga-serangga masa kini.
• Fosil serangga terbang yang pertama ditemukan pada jaman Paleozoic, periode Carboniferous.
Ciri-ciri utama hexapoda, adalah sebagai berikut :
 Tubuh dengan tiga bagian yan jelas yaitu kepala, toraks, dan abdomen.
 Di kepala terdapat sepasang antena (jarang tidak mempunyai antena)
 Di kepala terdapat sepasang mandibel
 Di kepala terdapat sepasang maksila
 Di kepala terdapat sebuah hipofaring
 Di kepala terdapat sebuah labium
 Di bagian toraks terdapat tiga pasang tungkai, satu pada masing-masing ruas toraks (sejumlah serangga tidak bertungkai, dan beberapa larva memiliki embelan-embelan tambahan serupa tungkai, seperti proleg, pada ruas-ruas perut)
 Di bagian posterior abdomen terdapat lubang kelamin (jarang terdapat dua lubang kelamin)
 Tidak ada embelan-embelan lokomotor pada abdomen dewasa (kecuali pada beberapa hexapoda primitif), embelan-embelan abdomen, bila ada, terletak pada ujung abdomen dan terdiri dari sepasang sersus, sebuah epiprok, dan sepasang paraprok.
Kelas Hexapoda dibagi menjadi ordo-ordo terutama berdasarkan struktur sayap, bagian mulut dan metamorfosis. Hexapoda dibagi menjadi 2, yaitu Hexapoda ectognatha dan Hexapoda entognatha. Hexapoda entognatha terbagi menjadi 3 ordo (Protura, Collembola, dan Diplura). Perbedaan dari hexapoda entognatha ini terletak pada bagian lateral kepala yang memanjang dan bersatu dengan labium untuk membentuk sebuah kantung, karena itu menghubungkan mandibel-mandibel dan maksila-maksila. Hexapoda ectognatha atau insecta (serangga) terdiri dari 2 subklas yaitu Apterygota dan Pterygota.
Subklas apterygota terdiri dari 2 ordo, sedangkan untuk subklas pterygota dibagi lagi menjadi 2 infraklas yaitu Paleoptera dan Neoptera. Infraklas Paleoptera terdiri dari 2 ordo, sedangkan Infraklas Neoptera dibagi menjadi 2 divisi yaitu exopterygota dan endopterygota, dalam Neoptera ini lebih-kurang 99% serangga termasuk kedalamnya, dengan ciri khas sayap yang dapat dilipat di atas abdomen. Divisi Exopterygota terdiri dari 2 superordo yaitu Orthopteroidea dan Hemipteroidea. Pada Exopterygota sayap berkembang di luar tubuh berasal dari bakal sayap, hal ini seperti pada Paleoptera. Serangga pra-dewasanya disebut nimfa (nymph), kecuali pada Plecoptera.
Divisi endopterygota terdiri dari 3 superordo, yaitu Neuropteroidea, Hymenopteroidea, dan Mecopteroidea.

Jumlah Spesies Serangga
Ordo Jumlah spesies di Indonesia Jumlah spesies di dunia
Protura 200
Collembola 6000
Diplura * 659
Microcoryphia * 250
Thysanura 370
Ephemroptera * 2000
Odonata 2100
Grylloblattodea 20
Plecoptera 5500
Blattodea 2000
Isoptera 3700
Mantodea 2300
Dermaptera 1800
Embiidina * 150
Zoraptera * 24
Orthoptera 1800
Phasmatodea 20500
Psocoptera 2500
Phthiraptera 3200
Hemiptera 82000
Thysanoptera 5000
Megaloptera 250
Raphidioptera 175
Neuroptera 5000
Coleoptera 400000
Strepsiptera * 300
Mecoptera 400
Siphonaptera 2400
Diptera 120000
Trichoptera 10000
Lepidoptera 150000
Hymenoptera 130000
Total 960598
MacQuity, M. dan L. Mound. 1995. Megabugs. The Natural History Museum Book of Insects. Barnes and Noble Books. New York. 128pp.

B. FOSIL MANUSIA
Diperkirakan manusia yang ada pada saat sekarang berasal dari primata. Primata pertama berkembang dari mamalia yang menyerupai tikus. Radiasi primate dari yang terendah sampai manusia, berturut-turut sebagai berikut: Tupaiidae- Lemuridae-Tarsiodae-Ceboidae-Hylobatidae-Pongidae-Hominidae. Semakin tinggi tahap perkembangannya, semakin tangkas hewan itu menggunakan tangannya; semakin besar volume otaknya, dan semakin luas permukaan otaknya.
Ordo Primata mempunyai dua subkelompok, yaitu Prosimia dan Antropoid. Prosimian merupakan kelompok primata sebelum kera, misalnya lemur, loris, dan tarsius. Ciri-ciri Prosimian adalah ibu jari dapat digerakkan ke segala arah. Oleh karena kadar U di alam terlalu kecil, sering kali kadar U juga digunakan petunjuk perubahan kalium menjadi argon. Transformasi K menjadi Ar memerlukan waktu 600.000.000 tahun. Ini berarti bahwa umur batuan yang dapat dianalisis adalah batuan yang berumur hingga 600.000.000 tahun. Batuan berumur lebih dari 600 juta tahun tidak dapat ditentukan dengan metode ini.
Unsur lain yang digunakan adalah N14 yang dapat mengalami transformasi menjadi karbon radioaktif C14. Waktu yang diperlukan untuk mengubah N14 menjadi C14 adalah 24.000 tahun. Ini berarti bahwa objek makhluk hidup yang dapat dianalisis dengan metode ini adalah fosil yang berumur hingga (paling lama) 24.000 tahun.
Dari fosil yang ditemukan, orang dapat mengetahui jenis organisme yang hidup pada zaman dulu dan kapan dia hidup, meskipun kini telah punah. Misalnya dari temuan fosil diketahui bahwa dahulu pernah hidup dinosaurus, reptilian raksasa yang kini telah punah. Selain itu, juga ditemukan fosil Archaeopteryx, makhluk peralihan antara reptilian dan burung. Fosil tersebut memperlihatkan bahwa Archaeopteryx memi-liki moncong seperti reptilia, tetapi memiliki bulu dan sayap seperti burung. Berdasarkan fosil ini, orang berteori bahwa burung merupakan hasil evolusi dari reptilia.
Demikian pula dari penemuan fosil Trilobita (hewan dengan tiga lobus), dapat diperkirakan bahwa hewan ini hidup pada periode Kambria, yaitu sekitar 505-544 juta tahun yang lalu, dan hidup di lautan. Fosil Trilobita ini mirip dengan kepiting tapal kuda yang hidup pada saat ini. Fosil yang paling banyak ditemukan adalah fosil reptilia. Selain dinosaurus, ditemukan pula Oviraptor mongoliensis dan fosil lain yang mirip dengan reptilia yang hidup sekarang ini.


DAFTAR PUSTAKA :
Campbell, Neil A, Jane B. Reece dan Lawrence G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid ii. Jakarta Erlanggga.
Kimball, John W. 1983. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Keeton, William T dan James C. Gould. 1986. Biological Science. New York : W.W. Norton and Company.
http://www:bab-07filogenidanklasifikasihexapdaedited.fin.html, (diambil 25 Desember 2008)
http://www.elearning-jogja.org/file.php/157/Pertemuan_2.pdf.(diambil 26 Desember 2008


Created by :
Meida_suswandari Sos_Ant